Surga Hanya Milik Orang Berduit

Malam itu, di samping sebuah gedung samping majid duduk 5 (lima) orang bocah yang asik berdiskusi, entah apa yang di bicarakan!!! Aku berjalan melewati forum yang mereka buat. Aku berhenti sejenak dan bertanya kepada lima bocah itu.” De’ kenapa tidak ikut pengajian di dalam?” (sambil menunjuk ke dalam ruangan tersebut) kataku. Di dialam ruangan itu ada seorang ustasdz sedang membuka majelis ilmu yang katanya diperintah dalam islam. Sala seorang dari mereka menjawab pertanyaanku :“tidak punya uang ka’ karna yang ikut di dalam kecuali bayar Rp 25.000,- perbulan”.. Itulah sepenggal cerita yang pernah terjadi di dunia sosial.

Cerita tersebut di atas adalah sebuah realitas yang bukan fiktif yang merupakan bagian dari berbagai ketimpangan kehidupan masarakat. Disini saya tidak akan mengulas sebab-musabab sehingga ketimpangan itu terjadi namun akan sedikit menginterupsi sebuah kontradiksi teori dan aktualisasinya dalam kehidupan dalam cerita tersebut.

Ironis,,,!!! cerita yang menggambarkan kehidupan islami tersebut ternyata tidak bersubstansi islam. Mungkin kita bertanya, bukankah mengadakan pengajian atau membuka forum majelis ilmu itu adalah perintah diwajibkan dalam islam? Sudah bisa dipastikan bahwa semua muslim akan mengatakan bahwa hal itu sangat dianjurkan dan bahkan diwajibkan. Namun, perlu kiranya kita pahami bersama bahwa islam adalah sebuah jalan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat dan tentunya hal itu akan mengajarkan kita untuk selalu mendekatkan diri kepada sang Maha Pencipta. Dan untuk mendekatakan kita dengan Tuhan pencipta jagad raya ini maka kita di perintahkan untuk hablum minannas dan hablum minallah ( menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan dengan Allah SWT ) artinya keduanya harus berjalan sejajar.

Cerita tersebut di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa betapa mulianya seorang guru ngaji ( ustadz) yang memberikan pengajian ( ceramah agama ) kepada sesama umat islam dan hal tersebut demi pengabdian kepada Allah swt, sang Pencipta (hablum minallah). Namun sudut pandang lain saya melihat bahwa pada saat ustadz memberikan ceramah agama tersebut ternyata pada saat yang sama ada lima orang bocah yang tidak mendapat ceramah agama, dimana tujuan nasihat agama tersebut tidak lain adalah supaya kita lebih dekat kepada Tuhan yang Maha pengasih dan Penyayang dan konsekuensinya adalah surga. Islam mengajarkan untuk saling memberi meskipun kita tidak diberikan. Islam juga mengajarkan kasih dan sayang kepada sesama manusia (hablum minannas). Tapi cerita di atas terjadi ketidak konsistenan, paradoks, dan apa yang dikonstruksi teori kontradiksi dangan realitas.

Ustadz tersebut hanya memberikan ceramah (pengajian/nasihat) hanya pada mereka yang menyumbang uang dengan nominal Rp 25.000,- tersebut sedangkan lima orang bocah yang tidak mampu menyumbang uang yang telah ditentukan maka dia tidak akan mendapat ceramah agama dari ustadz tersebut. Artinya kelima bocah ini peluang untuk masuk surga sangat kecil. Bukankah telah dikatakan bahwa islam mengajarkan kita untuk selalu memberi tanpa pamri? Bukankah islam mengajarkan agar kita selalu memberikan kasih dan sayang kepada sesama umat manusia? Artinya ustdz tersebut hanya mau memberi ketika dia diberi ( uang Rp 25.000,- ). Sungguh apa yang di lakukan ustadz tersebut telah menyimpang dari islam dan menganggap islam hanyalah milik bagi mereka yang berduit saja.

Komentar