Nongkrong di Pengajian Akbar Ustad Hanan Attaki

Tablik Akbar di Makassar sering diadakan. Saya kurang tau definisi pasti perihal “tablik akbar” tapi kalau boleh membuat definisi maka isitilah ini dapat diartikan Pengajian Akbar (besar) yang di hadiri oleh tokoh agama (islam). Sesuai definisinya maka pengajian ini biasa dilakukan di ruangan yang besar dan dihadiri oleh banyak orang.

Inilah yang terjadi beberapa malam yang lalu (malam minggu, 10/02/2018). Pengajian akbar dengan menghadirkan Ustad Hanan Attaki, Ustad muda yang lagi tren yang punya penggemar yang cukup banyak. Saya kebetulan hadir di acara ini karena saya gemar mendengar ceramah-ceramah beliau di media sosial: facebook dan youtube. Selain saya, ada begitu banyak peserta yang bisa dikatakan semuanya adalah anak muda.


Suasana pengajian Ustad Hanan Attadi di Masjid Al Markas Makassar

Menarik untuk ditilik mengapa ustad ini begitu banyak digemari oleh banyak pemuda? Mengapa ustad lain tidak seperti beliau? Atau kenepa panitia tidak mengundang ustad yang lain? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mungkin kita dapat melihat konten ceramahnya. Ustad asal Aceh ini umumnya berceramah masalah-masalah yang dihadapi anak muda zaman sekarang misalnya persoalan jodoh, galau, cinta atau sejenisnya. Meskipun banyak juga ceramah yang diperuntukan untuk kalangan umum atau persoalan-persoalan hidup universal yang biasa dihadapi oleh kebanyak orang misalnya bagaimana pentingnya doa, sabar atau yang sejenis pula. 


Belum lagi bahasa yang digunakan adalah sangat “anak muda” seperti bagaimana isi ceramah dikemas dengan istilah gaul atau bahasa yang akrab dengan anak muda. Beliau mampu menghadirkan islam dengan wajah yang asik, tidak kaku, realistis dan solutif. Dari tampilan Ustad Hanan, juga tidak formal (kaku) seperti banyak penceramah lain yang menampakan simbol-simbol islam seperti songkok atau jubah. Beliau berpakaian laiknya anak muda. Bukan berarti pemakaian simbol-simbol ini dilarang tapi ini hanya persoalan strategi menggait konsumen ceramah. Beliau sengaja melakukan itu, sebagaimana pengakuannya, untuk menyasar segmen anak muda. Dahulu sebelum beliau merubah strategi bercemah, beliau menggunakan sorban tapi akhirnya dirubah dengan pertimbangan tersebut.


Tidaklah mengherankan tablik akbar ini dihadiri oleh banyak pemuda dan pemudi hingga ruangan masjid pun tidak mampu menampung. Seperti gambar yang saya tampilkan yakni suasana saat kegiatan berlangsung di Masjid Al Makas Al Islami Makassar, salah satu Masjid Raya Makassar. Mereka hadir karena ingin melihat dan mendengar langsung tokoh agama panutan mereka yang selama ini hanya disaksikan melalui dunia maya.
Melihat fenomena ini maka hemat saya, para penceramah lain perlu belajar bagaimana Ustad Hanan Attaki “menyentuh” hati anak-anak muda. Memang tidak bisa dimungkiri, ada juga penceramah-penceramah lain yang punya banyak penggemar dan punya karakter tersendiri. Mereka juga punya spesialisasi dan segmen konsumen (pendengar/jamaah) tersendiri. 


Saya sering mendengar dan mengamati banyak ceramah-ceramah islam baik di mimbar-mimbar masjid maupun di media sosial. Terus terang, banyak ceramah yang membosankan. Bukannya ustadnya yang kurang kompeten tapi ustadnya tidak mampu membawa ceramah yang dapat membuat pendengar betah untuk mendengar. Misalnya ceramah yang terlalu normatif (umum) dan tidak menghadirkan contoh kasus yang terjadi dikehidupan sehari-hari. 


Berbeda Ustad Hanan, beliau memaparkan bagaimana kalau ada rasa cinta pada lawan jenis dan bagaimana mengatasinya dalam kaca mata islam atau bagaimana menghadapi masalah dalam hidup dengan mengangkat kasus keseharian kemudian dihubungkan dengan ajaran islam tentang sabar dan doa. Hal-hal seperti ini cukup ringan dan menarik untuk didengar oleh anak-anak muda karena sekali lagi cukup apilikatif dan realistis sehingga mudah diingat. Tidak heran banyak penggemarnya datang dari anak-anak muda dengan berbagai masalah zaman yang mereka hadapi termasuk saya. hehe.


Tentunya banyak faktor kenapa penceramah-penceramah tertentu digemari banyak orang. Bukan hanya yang saya sebutkan di atas meskipun bagi saya, hal di atas cukup subtansial untuk diperhatikan banyak penceramah lain. Ruang tulisan ini akan cukup panjang akan menuliskannya. Nanti pembaca bosan. Hehe. Semoga ada semangat, ilmu dan kesempatan untuk mengurainya lebih dalam.


~Makassar, 14 Februari 2018

Komentar