Jogging sendiri di Kotamara

Anak-anak berenang di Kotamara, Kota Bau-Bau

Pagi-pagi tapi tidak begitu pagi dimana embun masih sejuk-sejuknya, saya menelpon temanku. Saya pernah janjian sama dia untuk merutinkan jogging pagi di hari minggu. Minggu sebelumnya, kami sudah melakukannya. Dan di saat itulah kami membuat kesepakatan untuk merutinkan olahraga ini. Temanku itu Ustad.

Setelah berdering beberapa kali, telpon saya diangkat. Suara di ujung telpon terdengar “Halo, Assalamualaikum”. Saya jawab seperti biasa dengan salam juga. Setelah saya sampaikan rencana kami, ternyata dia tidak bisa ikut karena suatu urusan yang cukup penting. Oke, baik. Saya tetap jogging sendiri.

Lokasinya tidak dekat tapi tidak jauh juga. Saya butuh sepeda motor untuk menjangkaunya. Tempat tersebut adalah Kotamara, salah satu icon kota bau-bau. Banyak orang yang melakukan hal yang sama seperti saya: jogging. 

Tidak hanya itu, ada juga beberapa aktivitas olah raga lain seperti senam dan berenang karena lokasinya memang berada di pinggir pantai, meski pantainya tidak akan terlihat pasir putih yang indah. Yang terlihat adalah beton alias pantai yang sudah direklamasi. Selain itu ada juga kegiatan lain seperti lapak baca.

Terkait lapak baca, koleksi bukunya sedikit. Padahal spanduk yang terlihat, ada terpampang institusi milik negara yang berskala nasional sebagai salah satu sponsor atau pendukung kegiatan tersebut. Dalam pikiranku, harusnya koleksi bukunya cukup banyak karena sponsornya juga dari institusi yang besar dan punya banyak uang. 

Bukannya apa, soalnya koleksi lapak baca tersebut masih kalah sama koleksi buku di taman baca yang saya buat (baca: Taman Baca Antopulu). Baik dari segi kuantitas maupun kualitas buku. Jauh berbeda.  

Judul-judul bukunya juga tidak begitu menarik bagi anak-anak dan muda mudi lainnya. Banyak judul yang berat-berat, misalnya tentang konsep-konsep ekonomi atau bagaimana menciptakan ekonomi berkeadilan bagi Indonesia. Cukup berat menurut saya. Apalagi lapak baca tersebut dilakukan di hari minggu, hari dimana kebanyakan orang ingin menghibur diri. Tapi dari pada tidak ada, lebih ada. Patut kita bersyukur.

Sampah plastik yang ditinggalkan oleh pemiliknya

Dari banyak pemandangan itu, ada hal yang memprihatinkan bagi saya. Sebenarnya hal tersebut menjadi masalah di Indonesia secara umum. Apa itu? masalah kesadaran menjaga kebersihan lingkungan dan membuang sampah. 

Banyak sampah yang berserakah terutama sampah plastik sebagai wadah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh orang-orang di situ. Bukan hanya disimpan begitu saja, ada juga yang langsung dibuang ke laut. Padahal polusi laut oleh sampah bisa berbahaya bagi hewan seperti ikan dan tumbuhan laut. Dan secara tidak langsung berbahaya bagi manusia yang mengonsumsi ikan. 

Sebagai contoh bagaimana sampah plastik bisa berbahaya bagi ikan adalah ketika terdamparnya ikan Paus yang sudah membusuk di salah satu pantai di Kab. Wakatobi, kabupaten yang bertetangga dengan kota Bau-Bau. Paus tersebut mati dikarenakan menelan sampah plastik seberat 5 kg. 

Dari hasil bedah terhadap isi perut ikan tersebut, ditemukan ragam plastik seperti gelas/botol air mineral, kantung plastik, piring plastik dan lain sebagainya.

Di satu sisi, saya menyalahkan minimnya kesadaran banyak orang terhadap kepedulian pada lingkungan. Di sisi lain, saya juga menyalahkan pemerintah. Salah satu hal yang pemerintah tidak lakukan adalah menyediakan tong sampah yang cukup apalagi di ruang-ruang publik seperti Kotamara tersebut. 

Kasus yang sama juga terjadi di salah satu ruang publik di Kota Makassar. Disitu tertulis “buanglah sampah pada tempatnya”. Sayangnya, di situ tidak disediakan tong sampah. Ironis.

~Baubau, 7 March 2021, sekarang pukul 23:21. 

Komentar