Sepeda motorku dan berkeliling-keliling

Hujan akhirnya berhenti hari ini setelah dua hari terus mengguyur bumi. Mentari mulai menampakan tubuhnya meski tampak malu-malu. Tanda aktivitas di luar rumah sudah bisa dilakukan. Rencana-rencana yang sebelumnya tertunda karena air yang jatuh dari awan ke bumi, akhirnya mulai dilangsungkan.

Hari ini saya berhasil mengambil motor saya di rumah seorang kawan yang sangat baik. Farid namanya. Saya menitipkan motor yang menemani saya selama di Makassar di rumahnya. Dia dan keluarganya menjaganya selama saya tidak berada di Makassar hampir setahun. 

Tadi sore, kurang lebih sejam lagi azan magrib berkumandang, saya sudah berada di depan rumahnya. Dan tidak berlangsung lama, saya bercanda tawa dengan keluarganya, saya segera memboyong pulang sepeda motor yang saya sebut sebagai kawan perjuangan di Makassar ini.

Sepeda motor bagai kaki panjang yang menjangkau tempat-tempat yang jauh dengan cukup cepat. Demikian juga sepeda motor saya. Sebelum menjangkau tempat-tempat yang sulit untuk dilakukan dengan jalan kaki tersebut, saya terlebih dahulu membawa sepeda motor ke bengkel untuk dibereskan beberapa hal yang perlu dibereskan. Tidak membutuhkan waktu yang lama dan akhirnya selesai juga.

Setelah meninggalkan Makassar hampir setahun, rasa-rasanya ada rindu untuk berkeliling-keliling di lokasi-lokasi di sekitar tempat tinggal saya dahulu, di area Universitas Hasanuddin. Kampus tempat saya kuliah untuk meraih gelar sarjana. Dan saya lakukan itu. Ada beberapa perubahan-perubahan yang cukup terasa. Bangunan - bangunan mulai bertambah. Ada yang juga yang sudah beres dan menjadi lebih kinclong setelah sebelumnya mangkrak. Pokoknya, ada perubahan. Mungkin ini yang disebut dengan pembangunan.

Dalam acara keliling-keliling tadi, saya ingin melihat kucing-kucing di tempat tinggalku dulu. Tempat tinggal ini saya menyebutnya dengan istilah “Markas Besar (Mabes). Karena keseringan menyebut demikian, akhirnya teman-temanku juga ikut menyebut seperti itu. “Ada di Mabes?”. Demikian isi chat temanku yang memastikan keberadaanku sebelum bertandang ke mabes.

Kembali ke kucing-kucing. Saya punya lebih dari lima ekor kucing. Saya sudah lupa berapa angka pastinya. Tadinya, saya cuman punya satu, tapi karena sudah menikah dan beranak pinang akhirnya jumlahnya bertambah. Saya cukup akrab dengan mereka. Sering mereka bertandang ke dalam mabes dan tidur. Tidur bersama saya di malam hari. Tentu, di siang hari juga mereka sering bertangdang untuk tidur.

Di subuh hari mereka mengeong di telingaku. Mereka ingin dibukakan pintu sehingga mereka dapat keluar. Saya senang, karena mereka bagai alarm sebagai ajakan untuk shalat shubuh. Mereka kucing yang sopan dan berakhlak karena tidak pernah buang air di dalam mabes, seperti banyak kucing lain yang melakukan hal tersebut di rumah orang. 

Sayangnya ketika saya kesana, saya tidak melihat mereka. Saya sebenarnya tidak masuk sampai ke dalam area mabes karena bukan tempat tinggalku lagi. Saya khawatir ketika masuk ke wilayah itu membuat orang berprasangka bahwa saya adalah pencuri atau punya niat jahat di tempat tinggal itu. Pemikiran yang wajar bagi anak-anak kos yang sering mendengar bahkan mengalami pengalaman kecurian. 

Entah dimana kucing-kucing itu berada. Terus terang rindu juga saya pada para kucing ini. Saya yakin mereka masih mengenal saya. Dulu, saya pernah pindah tempat tinggal selama satu semester dan ketika saya kembali lagi, si kucing masih mengingat saya bahkan suara sepeda motor. Dia berlarian mendekat ke kendaraan ketika mendengat bunyi khas sepeda motor saya. Itulah kucing. Mereka setia. Orang yang suka kucing juga biasanya setia seperti saya. hahaha…

Akhirnya azan magrib di masjid dekat mabes terdengar sudah berkumandang. Saya segera meneuju masjid. Di masjid tersebut, saya juga punya banyak kenangan. Mesjid Ali Hiizam.

~Makassar, sudah 23:36,  di sekitarku cukup rebut dan saya tidak terlaluu fokus, 11 Maret 2021 

Komentar