20 tahun 9/11

Sumber foto: Roberto Robanne/AP

Hari ini telah 20 tahun, Amerika akhirnya menyelesaikan pendudukannya di Afghanistan. Awalnya mereka ingin memburu Osama bin Laden pimpinan organisasi esktrimis Al Qaida dan menggulingkan pemerintahan Taliban yang sedang berkuasa saat itu di Afghanistan. Namun, dalam pidato penegasan penarikan mundur seluruh pasukan Amerika di Afghanistan, Joe Biden, Presiden Amerika, mengatakan bahwa tujuan utama mereka untuk mengurangi ancaman terrorism di bumi Amerika. 

Amerika menyakini selama ini Afghanistan dijadikan ladang persemaian bibit-bibit terrorism, seperti pelaku pemboman gedung WTC sebagai simbol kapitalisme Amerika yang dikenal dengan peristiwa 9/11. Pelaku yang bertanggung jawab adalah organisasi Al Qaida. 

Biden mengklaim apa yang telah dilakukan oleh Amerika di Afghanistan telah sukses. Benar, data menunjukan aksi terror dari kelompok ekstrimis islam di Amerika mengalami penurunan yang signifikan. Aksi terror yang paling banyak terjadi, berjumlah 2/3 dari total aksi terror, adalah dilakukan oleh kelompok supremasi kulit putih. Inilah yang dijadikan indikator keberhasilan itu. Dari pernyataan Biden di atas jelas bahwa Amerika tidak berniat untuk menciptakan stabilitas ekonomi, politik dan keamanan di Afghanistan. Jika selama ini Amerika selalu mengampanyekan demokrasi sebagai sistem universal yang ideal, di Afghanistan, Amerika tidak berniat meninggalkan itu. 

Banyak dana yang dihabiskan. Ratusan triiun. Sayangnya, Afgahnistan masih dalam keadaan porak poranda. Keadaannya tidak menentu di tengah perginya Amerika. Amerika pergi seolah tidak berdosa, padahal meninggalkan banyak darah dan air mata yang masih terus mengalir. 

Di sisi lain, Amerika malah meninggalkan Afghanistan untuk dikuasai oleh Taliban, organisasi islam yang selama ini dimasukan dalam daftar organisasi teroris oleh negeri paman sam ini. Padahal tujuan awal masuknya adalah Amerika ingin melenyapkannya. Namun, bukannya raib, Taliban justru semakin kuat. Karena Taliban yang semakin kuat, membuat Amerika menyerah untuk tetap berada di Afghanistan. Perlu diingat, meskipun Taliban telah digulingkan setelah invasi militer Amerika tahun 2001, Taliban masih terus mengobarkan perang dengan stategi dan taktik yang cukup jitu.

Walaupun mengklaim sukses, Amerika dinilai gagal dan tidak memiliki tanggung jawab moral. Di tengah air mata dan darah belum mengering bahkan masih mengalir, dia malah memutuskan untuk minggat ke negaranya. Mau diapakan negara yang tengah mengalami kriris multi dimensi akibat kebijakannya selama 20 tahun (2001-2021) ini? Amerika tampak bingung di tengah kegagalannya. Dia mengecam dan mencap Taliban sebagai teroris, namun dia mengizinkan organisasi ini untuk berkuasa. Dia ingin cuci tangan tetapi darah di tangannya tidak bisa hilang.

Kelakukan Amerika tersebut semakin mencoreng wajahnya di panggung internasional. Negara lain akan semakin ragu untuk mengandalkan Amerika sebagai “guru” dan “juru selamat”. Dari dulu, negara ini dikenal memiliki kebijakan luar negeri yang berwajah ganda. Dia akan setia jika kepentingannya tetap aman dan dia akan berkhianat jika kepentinganya tidak aman.

20 tahun. Waktu yang tidak singkat. Luka masih menganga. Reputasinya kian buruk. Tinggal uang dan tekhnologinya (termasuk militer) yang membuatnya bertahan dan banyak kawan aliansinya masih setia dengannya. Setia dengan keragu-raguan.

~Bau-bau, 11 September 2021

Komentar