Berpiknik pagi

Koleksi Pribadi

Sebenarnya kami (saya dan istri) tidak memiliki tujuan yang jelas. Maksudnya tujuan tempat kami untuk berwisata. Kami hanya berjalan saja, mengambil sepeda motor dan pergi. Jalan saja, nanti dengan sendirinya akan sampai pada tujuan yang diinginkan. Tujuan akan terpilih dengan sendirinya. Seperti itulah bisikan hati saat sebelum dan saat mengemudi sepeda motor tadi.

Kami berjalan ke arah barat. Dibanding Timur, berkunjung ke arah barat lebih berdaya tarik. Selain banyak perkampungan, juga terdapat banyak destinasi yang indah untuk dikunjungi. Kami juga tidak membawa jenis makanan atau minuman apapun. Biasanya kami lakukan, tapi kali ini tidak. Kami sudah sarapan pagi dengan roti-roti yang terbeli serta segelas kopi hitam yang dibuat sendiri oleh istri tercinta.
Koleksi pribadi


Seperti yang telah saya singgung sebelumnya bahwa pada akhirnya kami akan menemukan tempat yang menarik untuk disinggahi. Di situ kami akan menikmati sesuka hati dan tentu dengan aturan-aturan yang tidak merusak alam. Sampailah kami di Pantai Hondue, pantai dengan pasir putih yang begitu halus. Butiran-butiran pasirnya bagai tepung terigu. Salah satu yang membuat pantai ini menarik untuk dikunjungi.

Di pantai ini juga masih alami. Belum ada bangunan seperti rumah atau resort wisata yang biasa dibangung oleh para pebisnis. Jejak-jejak modernitas masih belum terlalu banyak ditemukan. Jejak yang ada dan sangat disayangkan adalah adalah sampah-sampah plastik, baik yang dibawa oleh para pengunjung maupun sampah yang terseret ombak sehingga terdampar di pantai.

Pagi itu, tidak ada orang-orang. Kami adalah orang yang pertama datang. Tapi melihat ada beberapa sampan yang berlabuh, keyakinan kami sebagai orang pertama sedikit memudar. Bisa jadi beberapa nelayan sudah hadir lebih duluan di pantai itu. Mereka pulang melaut sejak pagi tadi atau mungkin juga saat subuh hari. Sangat mungkin. Namun, pagi itu, memang kami adalah dua orang yang ikut memecah suasana pagi bersama gemuruh ombak yang bergiliran menyapu bibir-bibir pantai yang akibat sapuan itu, sampah-sampah terutama sampah plastik berbaris-baris di bibir pantai seperti siswa yang sedang mengikuti upacara bendera.

Kami begitu bebas menikmati pagi itu. Kami mengeksplorasi pantai dengan tanpa persepsi-persepsi dari opini orang lain. Berfoto, bervideo, menggambar di atas pasir putih, berjalan, berlari, ribut serta aktivitas lainnya adalah hal yang kami lakukan. Terakhir kami bertandang ke sini adalah tahun lalu. Namun saat itu, kami membawa makanan dan minuman. Alhasil, porsi waktu kami lebih untuk menikmati makan dan memandang pemandangan alam yang ada sedangkan aktivitas lain kurang bahkan tidak dilakukan.

Di tengah asiknya kami di atas hamparan pasir putih, tiba-tiba terlihat sesosok perempuan. Perempuan itu berjalan bertolak belakang dari kami. Entah dari mana munculnya perempuan itu? Kenapa tiba-tiba, tidak ada aral melintang, ia muncul begitu saja? Ia perempuan paruh baya yang memegang kayu yang diambilnya dari bibir pantai. 

Memang, bisa dikatakan sepanjang bibir pasir putih, terpenuhi sampah dengan berbagai jenisnya yang salah satunya adalah kayu-kayu. Kami tidak peduli dengan perempuan tadi. Kami asik dengan apa yang kami lakukan, ia pun demikian. Masing-masing tidak peduli satu sama lain. Ingin kami menyapa, tapi jarak yang cukup jauh. Apalagi, suara kami akan sedikit terganggu oleh riuh ombak yang sedari tadi tidak bisa diam.

Puas kami pagi itu. Segerah kami pulang. Terlebih, saya berjanji pada seorang kawan untuk segera menjemputnya pada waktu yang disepakati. Waktu itu tidak terlalu lama lagi. Saya takut mengingkari janji. Apalagi saya meminta kebaikan hatinya agar diantar bertemu dengan beberapa orang di desa lain. Bertemu karena sebuah maksud.

Tomia, 29 Januari 2022

~MU
 
 

Komentar