Rajabu

(koleksi pribadi)

Salah satu tradisi dalam masyarakat di kampung kami adalah “Rajabu”. Jika dilihat, kata rajabu mirip dengan (Bulan) Rajab. Yah, memang dari sini asalnya. Di kampung saya, tiap memasuki Bulan Rajab akan ada doa-doa yang dipanjatkan bersama di hari jumat pertama di bulan ini. Kegiatan ini kemudian disebut dengan rajabu.

Saya mencoba menelusuri apa makna dari kegiatan ini yang oleh pihak lain disebut bid'ah. Namun saya tidak ingin masuk pada perkara ini (namun saya hargai saja hasil pemikirannya). Selain karena saya tidak cukup ilmu untuk membahas ini, juga saya tidak tertarik. Saya ingin menulis hal-hal lain yang saya anggap menarik. 

Jadi hasil penelusuran saya dengan bertanya pada beberapa orang tua dan mendengarkan kalimat-kalimat pengantar sebelum doa bersama dipanjatkan, rajabu merupakan bentuk rasa syukur terhadap Allah karena dipertemukan kembali dengan bulan Rajab. Selain itu, juga sebagai bentuk istighfar (permohonan ampunan) bersama melalui doa-doa yang terpanjat. Meskipun, mungkin belum semua orang punya pemahaman dan niat seperti ini. Pasalnya, sering juga dilandasi karena melaksanakan tradisi yang turun temurun yang dianggap baik.

(koleksi pribadi)

Dalam kegiatan ini, orang-orang akan membuat aneka makananan. Biasanya akan terdiri dari nasi, lapa-lapa (makanan yang berbahan dasar beras atau ubi kemudian dibungkus dengan janur kelapa), daging baik ikan atau ayam, kue-kue (yang khas adalah kue cucuru dan karasi), serta berbagai jenis makan lainnya. 

Mereka akan menyajikannya di wadah seperti loyang atau sejenisnya, yang penting bisa menampung makanan yang telah dibuat. Kemudian makanan tersebut didoakan oleh tetua atau orang yang dianggap bisa melakukannya (laki-laki). Doa-doa tersebut bisa dilakukan di rumah atau di masjid. Sering juga dilakukan di satu rumah tertentu kemudian ada orang lain datang bersama membawa makanan yang sudah disiapkan dan berdoa bersama. Ada juga di masjid dan biasanya akan dilakukan usai shalat jumat.

Hari ini saya mengikuti kegiatan ini di masjid. Jadi setelah shalat jumat, persis setelah doa pasca shalat jumat dibaca, ibu-ibu dan juga anak-anaknya datang ke masjid membawa makanan tersebut. Cukup banyak orang yang datang sehingga makanan yang tersedia juga cukup banyak. Masih banyak jamaah shalat jumat yang memilih tidak pulang. Mereka ingin ikut bersama, termasuk saya. Setiap orang mungkin motifnya beragam. Kalau saya, selain ikut berdoa juga ingin menyaksikan kegiatan ini. Ada juga yang bermotif, selain ikut berdoa bersama, juga ingin makan. Serta berbagai tujuan. Wallahu alam.  

(koleksi pribadi)

Semua makanan terhidang di tengah masjid sehingga semua orang mengelilinginya. Para laki-laki umumnya duduk di depan dan perempuan di belakang. Pemanjat doa adalah orangtua-orangtua laki-laki yang dipercayakan. Ada kalimat-kalimat pengantarnya terlebih dahulu seperti yang saya telah singgung sebelumnya. Bahwa ada ucapan rasa syukur karena telah dipertemukan dengan Bulan Rajab yang dua bulan kemudian adalah Bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Tentunya bulan rajab juga punya keistimewaan.

Doa pun dipanjatkan. Setelah semuanya selesai, para jamaah laki-laki dipersilahkan memilih dan makan hidangan yang ada. Semua orang bersuka ria, terlebih anak-anak. Seperti waktu zaman saya anak-anak dulu (sekarang masih tetap muda dong, hehehe), makan di acara seperti ini merupakan hal yang menyenangkan. Apalagi banyak pilihan makan yang lezat-lezat. Ibu-ibu sangat bersyukur dan senang makanannya disantap oleh orang. Ada kepuasan sendiri.

Ada yang mengangkat satu loyang kemudian dimakan di pojok masjid. Ada juga yang memilih-milih makanan yang disukainya di antara banyak hidangan yang ada, seperti yang saya lakukan. Misalnya saya mengambil kue A di satu tempat, kemudian di tempat lain saya mengambil kue B. Kita bebas melakukannya. Ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan bersama.

Bagi yang belum puas makan di masjid, dipersilahkan membawa makanannya ke rumah masing-masing. Beberapa orang mengambil kantung dan mengisinya dengan makanan. “Tidak mau bawa pulang?” kata seorang Ibu. “Tidak, sepertinya saya makan di sini saja,” kataku.

“Ini makan!!! Ambil saja ke rumah. Pilih saja,” seorang Ibu lain menimpaliku dengan sedikit memaksa. “Saya ambil pisang saja,” jawabku. Sebenarnya saya kurang minat makan yang berat-berat. Saya hanya suka makan yang ringan-ringan saja saat itu, karenanya saya lebih memilih kue-kue atau pisang tadi. Tidak terasa acara selesai. Satu persatu meninggalkan masjid.

“Harusnya, makanan yang saya bawa ini, saya taru di agak depan. Soalnya, di depan paling banyak dimakan,” kata seorang Ibu yang bersiap naik motor. Beliau senang jika makanannya dihabiskan.

Tomia, Usuku, 4.2.2022

~MU
 

Komentar