Listrik Padam, Air dan Kehidupan Kampungku

Kampung saya, Tomia - Wakatobi, kini mengalami masalah listrik, lebih tepatnya pemadaman listrik. Pemadaman itu disebabkan oleh mesin listrik yang rusak. Rusaknya cukup parah sampai harus padam total (saat menulis artikel ini, listriknya sudah mulai nyala meski bergiliran karena masih belum normal). 

Karena listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting, maka padamnya listrik secara total membuat banyak hal menjadi terganggu. Hal ini karena hampir semua tekhnologi manusia membutuhkan listrik. Akibatnya, saat listrik padam, tekhnologi-tekhnologi tersebut juga “padam” alias tidak dapat digunakan.

Masalah yang sangat serius lain karena pemadaman listrik total ini adalah air terutama di Usuku, kawasan tempat tinggal saya. Masyarakat Usuku sangat tergantung pada air yang dipompa dari dalam tanah. Padamnya listrik membuat mesin air juga terkena imbas. 

Sayangnya, pihak pengelolah air publik tersebut tidak mengantisipasinya seperti dengan menyediakan alternatif pengganti listrik dari PLN, misalnya genset (saya tidak tau tulisan pasti dari kata “genset” tersebut; saya hanya menggunakan istilah pasaran di masyrakat. Heuheuheu. Jadi cari sendiri saja kalau tau atau silahkan komentar di bawah. heuheuheu). 

Orang-orang dibuat pusing yang sangat. Air adalah sumber utama kehidupan. Tanpa air tidak ada kehidupan. Orang bisa hidup tanpa listrik dan terbukti nenek moyang kita dahulu hidup demikian, namun orang tidak bisa hidupan tanpa air. 

Di tengah kepusingan itu, akhirnya orang-orang mencari sumur. Mereka menuju Kelurahan Bahari, tempat dimana sumur cukup banyak. Sayangnya, hampir semua sumur sudah tidak terpakai. Ada yang sudah ditutup/timbun. Ada juga yang kotor bahkan dijadikan tempat sampah. Kondisi ini bermusabab karena air sudah mengalir ke rumah-rumah melalui pipah. Sumur pun ditinggalkan. 

Melihat kondisi sumur tersebut dan kebutuhan akan air yang sangat mendesak, akhirnya masyarakat membersihkannya. “Orang-orang bergotong-royong membersihkannya,” kata Ibuku di ujung telpon. Akhirnya sumur kembali ramai seperti sedia kalah. 

“Ada yang bilang, sebenarnya ada hikmahnya dengan kondisi ini. Kita kembali seperti dulu lagi. Bertemu di sumur, bercanda, bercerita, saling berkabar dan berbagai kisah lainnya. Dan itu betul,” lanjut Ibuku. 

Benar, saya sangat setuju. Bahkan dalam banyak kesempatan saya selalu bilang, sumur tidak boleh ditutup dan harus tetap ada dan dijaga. Selain untuk mengantisipasi masalah air disebabkan oleh masalah mesin pengelolaan air umum tersebut, juga yang tidak kalah pentingnya adalah ada sejarah dan nilai sosial melipah ruah yang begitu aduhai. 

Nilai dan sejarah tentang kebersamaan, persaudaraan, gotong royong atau dalam slogan orang Tomia disebut “Po Asa-Asa, Po Hamba-Hamba”. Kebaikan-kebaikan itu sangat dibutuhkan sekarang di tengah gejala masyarakat Tomia yang sedang berjalan ke arah individualistik. Apalagi diperparah dengan kehadiran media sosial yang mengotomatiskan orang untuk bertemu virtual sedangkan pertemuan fisik yang dapat menguatkan ikatan emosional sudah jarang terjadi.

Entah apa yang terjadi jika listrik dan aliran air ke rumah sudah benar-benar normal kembali, apakah sumur akan ditinggalkan lagi atau tetap dibiarkan serta dirawat dan dikunjungi? Saya berharap pilihan kedua ini yang terjadi. 

Terus terang, saya senang mandi di sumur dan terakhir saya lakukan saat air tidak mengalir ke rumah-rumah, sekitar dua tahun lalu. Dulu, sebelum air masuk ke rumah dan kami tinggal di Kelurahan Bahari – tempat dimana sumur-sumur banyak ditemukan karena kawasan ini merupakan dataran rendah yang membuat air sumur mudah ditemukan dan juga karena struktur tanahnya yang berpasir – saya sering mandi di sumur. 

Ayah dan Ibu selalu memandikan saya disore dan dipagi hari terutama sebelum berangkat ke sekolah. Banyak cerita di sana. Ah, saya tiba-tiba teringat pada paman saya yang baru sebulan lebih meninggal, beliau yang ikut menggali sumur itu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan sumur itu menjadi amal jariyah baginya serta menempatkan beliau di tempat Terbaik. Al Fateha. Aamiin. 

Di antara banyak sumur, sumur tempat saya biasa mandi tersebut adalah satu di antara sedikit sumur yang masih bertahan sampai sekarang. Alhamdulillah. Semoga tetap ada sampai kapanpun. Aamiin.

DIY, 6 November 2022

Komentar