Kembali ke kamar kos yang pertama kali saya tinggali di Makassar

Saya tidak menyangka akan kejadian seperti ini. Pun, saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa saya akan kembali tinggal di kamar kos ini. Kamar yang saat itu, saya memasukinya pada malam hari saat tiba di Makassar untuk pertama kali. Dijemput oleh kakak sepupuku yang lebih dulu kuliah di makassar dan tinggal bersamanya di kamar ini.

Ini berawal dari pencarian saya terhadap kamar kos untuk saya tinggali di Makassar. Kini, saya menjadi dosen di almamater saya, Universitas Hasanuddin, sehingga mau tidak mau saya harus tinggal di kota ini. Sekali lagi saya tidak membayangkan sebelumnya sampai akhirnya saya dinyatakan lulus dalam seleksi dosen cpns. 

Sebelumnya, beberapa kali kawan saya menanyakan kepada saya: kapan ke makassar? Atau ada rencana ke Makassar lagi?. Seingatku saya selalu menjawab: ada rencana tapi belum tau kapan. Akhirnya, pertanyaan itu terjawab. Bahwa saya kembali ke Makassar. Kembali untuk menjadi dosen di departemen tempat saya menempuh pendidikan sarjana dulu.

Baik, kita kembali ke cerita kos. Sebelum memutuskan untuk kembali tinggal di kamar ini, saya terlebih dahulu mencari kamar kos di area yang lebih dekat dengan kampus, walaupun kos sekarang jaraknya cukup dekat juga dengan kampus. Pencarian demi pencarian dilakukan tapi tidak menemukan hasil yang diinginkan. Lelah mencari dan muncul perasaan tidak enak. Tidak enak karena saya tinggal sementara di kos junior saya yang satu kampung halaman. Hal ini membuat saya harus mengambil keputusan yang cepat. Saya akan mengambil kamar kos di depan kamar kosnya (baca: junior saya) alias kamar kami berhadapan.

Oh iya, ini mungkin keluar lagi dari topik kamar kos. Haha. Yakni penting untuk memiliki ilmu “tahu diri” atau ilmu “memahami”. Ilmu ini penting agar relasi dengan orang lain selalu harmonis. Contohnya, dalam hal menginap sementara di kamar kos junior saya ini. Sebelum saya sampai di makassar saya sampaikan bahwa akan tinggal di kamar kosnya selama 1-3 hari sembari mencari kamar kos. Dia mengiyakan. Jika sudah lebih tiga hari, dia bisa saja akan berkata “oke, tidak masalah tinggal di sini sampai dapat kos”. Namun, dengan ilmu tahu diri dan memahami orang lain, maka saya harus segera keluar dari kamar kosnya. 

Orang lain bisa saja berkata “tidak masalah” karena persoalan tidak enak pada kita. Bisa saja hati mereka berkata “ada masalah” tapi tidak dituturkan untuk menjaga perasaan kita atau tidak ingin membuat silaturahim terganggu. Oleh karenanya, kita harus tahu diri untuk tidak perlu diberitahu secara tegas tentang isi hatinya. Kita harus sadar sendiri. Hargai mereka yang sudah memberi tumpangan sementara. Ini berlalu untuk semua kasus: ilmu tahu diri dan memahami orang lain.

Kembali lagi ke cerita kamar kos yang sudah melenceng lagi. Haha. Setelah memutuskan untuk menyewa kamar kos ini, saya segera menemui pemilik kos. Karena saya sudah pernah tinggal di sini, pemilik kos cukup mengenal saya. Saya pun demikian. Kami cukup akrab. Apalagi pemilik kos berasal dari kampung halaman dengan saya. Tidak mengherankan saat mereka tahu saya akan menyewa kos mereka, maka mereka langsung menerima.

Kos ini sangat bersejarah bagi saya. Tempat saya ditinggal pertama sejak menginjakan kaki di Makassar untuk menjadi mahasiswa. Kini saya kembali ke kota ini untuk mengabdi sebagai dosen dan tinggal kembali di kos ini.

~Kamar kosku di Hartaco Jaya, pukul 9:32, Makassar, 6 Agustus 2024
 
 

Komentar