Mencoba Jalur Darat; Batauga to Bau-bau

Pelabuhan Batauga

Mencoba pengalaman baru adalah hal yang saya sukai. Dengan pengalaman baru akan ada ilmu baru dan bahkan ada inspirasi baru. Salah satu cara memperoleh pengalaman baru itu adalah dengan mencoba jalan baru.

Saya melakukan itu saat perjalanan dari Tomia ke Bau-bau. Saya naik kapal laut (Sabuk Nusantara 44). Jalan baru yang saya maksud adalah saya sengaja berhenti di Batauga kemudian melanjutkan lewat jalur darat menuju Kota Bau-bau. Dalam rutenya, kapal ini akan berhenti dahulu di Pelabuhan Batauga sebelum melanjutkan ke Kota Bau-bau.

Sebenarnya tiket kapal laut yang saya beli adalah dari Tomia ke Bau-bau. Namun, dalam perjalanan, pikiran saya berubah. Saya ingin berhenti di Batauga saja.

Sebelum saya memutuskan untuk lewat jalur darat ini, Ibu saya yang bersama saya di kapal tersebut menyarankan untuk itu. Dengan berbagai pertimbangan terutama agar bisa shalat jumat di masjid, akhirnya kami berhenti di Batauga. 

Menurut perkiraan kami, saya tidak akan shalat di masjid jika tidak berhenti di Batauga dan melanjutkan dengan mobil ke Bau-bau. Pasalnya, waktu tempuh yang lebih lama jika tetap naik kapal. Kurang lebih sekitar 2 jam. Jika lewat darat lebih cepat dari itu yakni kurang lebih setengah jam.  

Selain untuk shalat jumat, saya ingin memperoleh pengetahuan baru seperti yang saya sebutkan di atas. Saya ingin mencoba pengalaman bertransportasi dari Ibu Kota Buton Selatan ini ke Bau-bau. 

Saya ingin melihat tempat baru ini lebih dalam. Selama ini hanya memandanginya dari laut. Dengan itu, saya ingin tau bagaimana kehidupan masyarakatnya, pembangunannya, infrastrukturnya dan berbagai hal yang bisa dirasakan.

Suasana dalam angkot dari belakang supir

Setelah kapal sandar di Pelabuhan Batauga, kami turun dari kapal. Mobil-mobil angkutan umum sudah menunggu. Ada mobil angkot yang desain tempat duduknya saling berhadapan. 

Selain itu, ada juga mobil pribadi yang dijadikan kendaraan transportasi umum. Para sopir pun mendekati penumpang yang turun dari kapal. Mereka menawarkan untuk menggunakan mobilnya.

Kami memilih naik salah satu mobil angkot yang berwarna biru muda. Satu persatu penumpang masuk hingga akhirnya penumpang memenuhi tempat duduk yang ada. 

Barang setiap penumpang juga tak lupa ikut dibawa masuk. Mobil menjadi semakin sesak. Inilah konsekuensi naik bersama penumpang yang baru tiba dari kapal. 

Barang-barang yang dibawa oleh setiap penumpang biasanya tidak sedikit. Berbeda dengan naik angkot ke kampus misalnya, dimana hanya tas yang dibawa.

Pada mobil angkot yang dinaiki oleh penumpang yang baru tiba di kapal laut akan ada barang bawaan yang bermacam-macam. Mulai dari tas pakaian, perbekalan, kiriman orang lain hingga ole-ole. 

Tidak heran, di dalam angkot ada kardus yang berisi ayam yang masih berkokok, ada karung yang tidak teridentifikasi isinya dan berbagai barang lainnya.

Di banyak pinggir jalan, mata sering disesaki dengan baliho dan spanduk politisi yang ingin jadi pejabat. Maklum saja, musim kampanye sudah tiba walau secara formal belum diizinkan untuk berkampanye. 

Gambar-gambar mereka pun menampilkan wajah yang tersenyum disertai dengan kata-kata yang positif. Layaknya politisi-politisi lain di banyak tempat di Indonesia. Benar-benar membosankan.

Setelah melewati jalan-jalan yang ada, kami akhirnya sampai di Kota Bau-bau. Saya memberitahukan supir ke alamat spesifik tempat dimana kami akan berhenti.

Bau-bau, 11 Agustus 2023

Komentar