Indahnya kearifan lokal wakatobi ( membangun politik berbasis kearifan lokal)

Dunia bagai daun kelor adalah istilah untuk menggambarkan kehdidupan gobalisasi. Globalisasi telah menjadikan letak geografis dan waktu bukanlah penghambat dalam berinteraksi sesama masyarakat dunia. Globalisasi telah banyak merubah pola kehdipan manusia di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Globalisasi ditandai dengan kemajuan IPTEK telah membawa nilai-nilai kehidupan yang baru dan kebanyakan berbeda dengan nilai kearifan lokal wakatobi.

Gobalisasi yang selalu di identikan dengan moderenisasi atau bahkan term lain adalah westernisasi (pembaratan). Hal ini di akibatkan karna yang menguasasi dan mendominasi globalisasi ini adalah kebudayaan barat yang individualistis. Ideology liberalisme telah memanfaatkan globalisasi sebagai kuda tunggangan menuju tujuan yang diinginkan. Sehingga kehidupan masyarakat yang memiliki kearifan lokal yang begitu indah telah terkikis dan tergantikan oleh kehidupan liberalisme yang dimiliki barat.

Inilah realitas yang terjadi di wakatobi. Berangkat dari keadaan ini maka sebagai masayarakat wakatobi patut meraih kembali kearifan local kita milki tersebut. Tugas ini harus dilakukan oleh segenap elemen masyarakat wakatobi. Tapi yang harusnya sangat perperan disini adalah pemerintah yang memiliki kekuasaan dan otoritas yang tinggi bagi keberlangsungan kehidupan wakatobi.

Tulisan ini hanya menspesifikasikan pengkajian pada kondisi politik wakatobi. Dan mengingkan menciptakn kehidupan politik yang berbasis pada kekeluargaan (salah-satu kearifan lokal yang kita miliki). Hal ini dilakukan karna menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) wakatobi yang nantinya akan menentukan siapa nakhkoda wakatobi kedepan.

Menyoal kehidupan politik maka kita tidak bisa lepaskan dengan mesin politik demokrasi. Demokrasi yang ada hari ini digunakan baik Indonesia dalam skala yang luas maupun wakatobi dalam skala yang khusus telah mengadopsi demokrasi ala barat yang sekali lagi saya tegaskan bahwa nilai yang di bawanya adalah individualistis. Sehingga kita dapat melihat menjelang suasana pilkada 2011 kehidupan masyarakat wakatobi sangat rentan dengan konflik. Iniah disebabkan karna ada sekat yang coba di tampilkan sehingga menimbulkan sikap ke-akuan bukan ke-kitaan. Sikap masyarakat seperti ini disebabkan salah satunya karna segenap elemen masyarakat terlebih pemerintah tidak menyadari dan tidak memberikan pendidikan politik yang berbasis pada kearifan lokal yang kita miliki.

Kearifan lokal wakatobi sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan (egaliter). Misalnya ada falasafah hidup yang ada di Tomia yaitu “poasa-asa pohamba-hamba” (ini adalah sala satu contoh dan saya yakin masih banyak contoh lain baik di tomia sendiri maupun di kecamatan lain yg ada di wakatobi tapi pasti semua menggambarkan kebersamaan dalam hidup). Sungguh sangat berbeda dengan budaya poltik wakatobi yang mengdopsi nilai individdualistis globalisasi. Namun masyarakat tak banyak menyadari hal ini dan pemerintahpun hanya asik terkonsentrasi pada hal-hal lain (misalnya sibuk mempromosikan wakatobi).

Di tengah iklim politik wakatobi yang mulai memanas, masyarakat mulai terpisah-pisah menurut sikap politik yang dimilikinya. Namun akibat ketidak pahaman masyarakat terhadap kearifan lokal atau kekeluargaan yang kita miliki sehingga berujung pada terputusnya tali silaturahmi antarsesama. Masyarakat yang sebelumnya menampakan kehidupan yang layaknya keluarga telah tergantikan oleh sikap individualistis yang terpolakan oleh system politik yang ada. Karna sikap fanatik mendukung salah-satu kandidat, mereka rela saling membenci.

Salah-satu yang menyebabkan ini adalah adanya money politic (politik uang) yang sangat jauh dari karakter masyarakat. Bukankah kearifan lokal telah mengajarkan kita saling kerja sama yang baik? Kerja sama yang tak mengharapkan imbalan. Tapi justru hal ini telah diciderai oleh para kandidat yang tidak bersih dalam berpolitik. Sifat ini merupakan tampakan atau indikasi-indikasi KKN yang nantinya berpotensi terjadi jika mereka terpilih.

Inilah contah kecil yang terjadi. Tentunya para pembaca labih tau lagi dan memiliki hati nurani untuk membimbing kita melakukan hal-hal yang benar dan terbaik. Tidak menjadi sebab dan mengkompori terjadinya konflik akibat pilkada. Oleh karna itu yang kita lakukan bagaimana menyadarkan kepada masyarakat agar lebih memahami politik dengan baik. Politik yang disandarkan pada nilai kearifan lokal yang kita miliki yaitu politik kekeluargaan. Atau istilah lainnya adalah demokrasi kekeluargaan bukan demokrasi liberal ala barat yang tidak sesuai dengan karakter masyarkat wakatobi. sehingga wakatobi akan terbangun budaya politik yang indah dan dinamis yang tetap menjaga hubungan kekeluargaannya.
ku tulis demi perubahan


nb : di tampilkan di forum diskusi: HUGUA UNTUK BUPATI WAKATOBI 2011-2016


Komentar