Kematian Tuhan dan Bencana Alam di Indonesia


Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, beberapa pemikir (cendekiawan) mencoba mengkaji bagaimana manusia menghadirkan agama (tuhan) dalam kehidupannya. Dalam tulisan ini akan sedikit membincangkan tetang pemikiran Friedrich Nietzsche yang merupakan salah satu pemikir dari Jerman. Dalam teorinya tentang kemunculan agama, Ia mengatakan bahwa agama lahir karna kebodohan manusia. Ketika rasional manusia tidak mampu menjawab fenomena-fenomena alam maka disitulah mereka menciptakan agama (Tuhan).

Bebagai gejala alam yang terjadi menjadi misteri dan akan menjadikan manusia tunduk padanya tatkala mereka tidak mampu menjelaskan penyebabnya. Misalnya ketika ada petir yang menyambar dan manusia tak mampu mengatahui sebabnya sehingga mereka takut. Secara naluri mereka akan tunduk pada ketakutan yang menyebabkannya tersebut. Petir itulah yang mereka sebut dengan Tuhan (dewa) petir. Begitu juga dengan gejala alam yang lainnya seperti hujan, gunung meletus, badai dan lainnya. Mereka akan menganggapnya sebagai Tuhan ketika mereka tidak mampu menjelaskan tentang hakekat dan hukum-hukum yang menyebabkannya.

Hal ini kemudian mengalami perubahan ketika manusia mengalami perkembangan intelektual. Manusia telah memasuki kehidupan dimana akal atau rasionalitaslah menjadi senjata ampuh untuk menaklukan kehidupan. Petir yang dulu tidak diketahui penyebab terjadinya sekarang telah di ketahui. Begitu juga dengan badai, hujan, meletusnnya gunung dan berbagai fenomena alam lainnya. Pada saat demikianlah Tuhan yang mereka yakini tersebut satu persatu hilang dari keyakinan mereka seiring dengan di ketahuinya penyebab terjadinya fenomena alam tersebut. Hingga perkembangan IPTEK yang dialami oleh manusia modern saat ini yang telah mampu menjelaskan fenomena alam. Sehingga mereka mengatakan Tuhan telah tiada atau Tuhan telah mati. Singkatnya semakin berkembangnya rasionalitas dan IPTEK manusia maka akan semakin tidak memilki keyakinan agama (Tuhan). Seperti yang dikatakan oleh Nietzsche:
God is dead!!!

Perkembangan IPTEK yang dialami manusia mengantarkannya pada kehidupan modern. Ketika manusia modern merasa bahagia dengan keberadaanya maka dia mematikan Tuhan (agama) dalam keyakinan dirinya. IPTEK dijadikan sebagai penolong dalam segala hal. Manusia merasa Tuhan tidak terlibat dalam kebahagiaannya. Inilah yang dikatakan bahwa Tuhan telah mati. Tuhan telah mati pada manusia modern. Kemajuan IPTEK menyebabkan keangkuhan. IPTEK dijadikan sebagai Tuhan yang mempermudah dan mampu menolong manusia. Manusia menjadi makhluk individu kembali dan melupakan saudaranya. Namun di saat manusia mengalami permaslahan yang pelik dan bencana alam maka Tuhan dihadirkan kembali. Seperti yang dikatakan oleh Nietzsche bahwa Tuhan hanyalah digunakan oleh manusia yang lemah tak berdaya untuk memberinya spirit kehidupan.

Jika kita merefleksikan dengan fenomena alam yang menimpah negri ini. Begitu banyak bencana alam yang menimpah negeri ini. Wasior yang belum usai muncul mentawai dan merapi dan tidak menutup kemungkinan lagi yang lain terjadi. Berbagai kerugian yang ada hingga nyawa telah membuktikan ketidak berdayaan manusia. Di tengah kondisi seperti ini manusia segera mencari sesuatu yang dapat menghapuskan ketidakberdayaannya. Manusia kembali menciptakan agama atau mendekatkan kembali dirinya dengan Maha Penguasa alam. Naluri untuk beragama muncul kembali. Tuhan yang selama ini mati dalam kehidupnnya dihidupkan kembali dalam keyakinannya. Tuhan yang selama ini dicampakan dalam kehidupannya dihadirkan kembali.

Begitu juga berbagai persaan belasungkawa dari manusia lain. Hati mereka tergerak oleh bisikan suci untuk menolong sesamanya. Tat kala bencana menimpah dan semua jerit tangis terdengar maka semua manusia ikut merasakannya. Manusia bergerak untuk menolong dengan apa yang dimilikinya. Manusia disadarkan bahwa mereka satu saudara.

Mungkin Tuhan sengaja menjadikan bencana alam di negeri kita agar manusia sadar tentang keberadaannya sebagai hamba yang selalu ingat pada-Nya. Agar manusia bisa memposiskan dirinya sebagai makhluk sosial yang peduli dengan sesamanya. Manusia selama ini lupa akan kuasa Tuhan yang mengendalikan isi langit dan bumi. Tuhanlah yang menghendaki terjadinya gempa bumi yang menerpa negeri kita. Juga dengan cobaan ini sehingga manusia diajak untuk selalu memposisikan dirinya sebagai makhluk sosial yang peduli dengan sesamanya. Atau dengan kata lain Tuhan sengaja menghendaki bencana alam (wasior, mentawai, merapi) agar manusia tidak mematikan Tuhan dalam kehidupannya. Sehingga pasca bencana alam ini manusia tidak melupakan Tuhannya dan manusia melepas individualismenya untuk digantikan dengan rasa solidaritas terhadap sesama dan lingkungannya.



Komentar