Kuburan tak Bermayat (sebuah cerpen)

Pak Tarno namanya. Bapak yang di biasa di sapa dengan pak guru itu hidup dalam kesendirian. Bukannya dia tidak memiliki anak layaknya orang tua lain. Dua orang anaknya telah lama meninggalkan dirinya dari kampung ini. Bukannya meninggal atau telah menghadap pada sang Ilahi. Kedua anaknya, satu pria dan satunya lagi wanita telah menempuh jalannya masing-masing karna telah mendapat pekerjaan di kota. Pria yang berbadan agak membungkuk ini mengandalkan gaji hasil mengajarnya di sebuah sekolah sebagai penopang hidup ditengah kesemrawutan ekonomi masyarakat. Anaknya sesekali mengirimnya uang untuk membiayai kehidupan dimasa-masa tuanya itu. Namun uangnya hanya digunakan untuk keperluan-keperluan sosial termasuk menyediakan fasilitas belajar disekolah tempat Ia mengajar. Anaknya juga pernah mengajaknya untuk tinggal di kota meninggalkan kampung namun lagi-lagi pak tarno terpaksa menolaknya.

(gambar: google.com)
Dia seorang guru dalam sebuah sekolah non formal di kampungnya. Bisa dikatakan dia sendiri yang mengelolah sekolah itu, bagaikan cerita lascar pelangi. Dia bagaikan oase di padang pasir tatkala manusia-manusia dahaga mencari air. Karna jasa pak Tarno, banyak anak-anak dikampung tempat pak Tarno tinggal menjadi anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Tak jarang juga kita mendengar perkelaihan, perjudian dan berbagai kemaksiatan dan kerusakan moral yang ada dikampung yang sedikit-demi sedikit telah mengadopsi kehidupan modern ala perkotaan itu. Mungkin inilah alasan pak guru ini untuk menolak ajakan anak-anaknya untuk hidup bahagia serba kecukupan di kota. Di tengah kegersangan moral, pak Tarno hadir sebagai penyejuk batin bagi para pemuda di kampung itu. Jasa-jasa guru kampung ini sangat tidak terhitung jumlahnya sehingga dia dianggap sebagai tokoh masyarakat dan sangat dihargai. Pria yang selalu berpenampilan sederhana ini selalu mengajak masyarakat untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik. Dia selalu mengingatkan tentang datangnya kematian yang tidak bisa ditentukan waktunya oleh manusia. Dia selalu mengingatkan tentang siksa di akhirat nanti ketika perintah dan larangan tuhan diabaikan. Inilah motivasi ayah dua anak ini untuk memperbaiki moral kampung itu.

Ditengah kegersangan tanah yang telah sediki demi sedikit memperoleh air. Dan air itu telah membasahi jiwa-jiwa pemuda yang gersang ini maka guru kampung ini pun terlihat aneh di mata masyarakat. Di halaman rumah pak Tarno dikelilingi oleh kebun untuk bercocok tanam sebagai kegiatan sampingan pak Tarno. Selain mengurusi pohon-pohon yang di tanaminya, ada hal aneh yang dilakukannya yang tidak wajar bagi masyarakat kampung. Ada dua kuburan yang yang tiap hari dirawatnya. Yaitu di halaman belakang dan depan rumahnya. Masyarakat kampung menganggapnya sebagai orang yang munafik. Karna selama ini dia yang mengajarkan orang agar lebih mendekatkan kepada sang pencipta, agar masyarakat memfokuskan dirinya pada Tuhan yang Esa. Kini dia dianggap sebagai pembawa ajaran sesat.

Tidak ada yang pernah meninggal sepengetahuan masyarakat. Tiba-tiba mereka melihat ada kuburan yang hampir setiap hari dirawat oleh pak Tarno. Kekesalan masyarakat terhadap guru kampung itu mencapai puncaknya ketika mereka melaporkan kejadian itu kepada kepada kepala kelurahan. Dan mereka mendatangi kediaman pak Tarno untuk dimintai pertanggung-jawaban. Dengan kepala dingin pak Lurah mencegah pembakaran rumah pak tarno ketika masyarakat berusaha membakarnya. “Tenang…tenang…jangan terbawa emosi, masalahnya belum jelas kita tanyakan dulu pada pak tarno” ujar pak Lurah. Salah seorang yang ingin membakar rumah pak Tarno berkata “tapikan ini sudah jelas, dia membawa ajaran sesat di kampung kita”. “Kalau tidak segera diusir dari kampung ini maka akan membawa bencana bagi kita semua”, seorang lagi berkata. Beginilah pemikiran orang kampung.

Desas-desus masyarakat kian memanas akhirnya pak Tarno bicara juga.”Begini saudara-saudara, persepsi kalian tentang saya itu tidak benar”, berkata pak Tarno sambil berjalan medekati warga. Beliau melanjutkan, “jika kalian melihat kuburan ini tiap hari bukan berarti saya membawa ajaran sesat di kampung kita ini”. Belum selasai pak Tarno bicara seorang warga langsung menjawab dengan nada keras “kalau begitu untuk apa kuburan itu ada?”. Pak Tarno terdiam sejenak dan kecurigaan warga pun semakin memuncak. “Kuburan itu hanyalah simbol tentang kematian yang tidak ada penghuni di dalamnya, dia saya buat agar saya terus mengingat kematian dan dengan itu saya selalu mendekatkan diri kepada sang pencipta” pak Tarno menjawabnya dengan nada suara yang tenang.

Mendengar jawaban pak Tarno, emosi masyarakatpun mulai meredah. Masyarakat mulai sadar tentang keseharian mereka. Mereka lupa dengan kematian sehingga belum mempersiapkan diri untuk mengahadapinya. Pak Tarno memang guru kampung. Apa yang dilakukannya adalah nasehat agar selalu mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Selama ini yang mereka lihat di halaman rumahnya bukanlah karna pak Tarno membawa ajaran baru. Namun hanyalah simbol agar manusia selalu mengingat kematian. Inilah maksud dari KUBURAN TAK BERMAYAT itu.

Makassar, 5 Januari 2011
Lagi belajar menulis cerpen
ket: telah diposting di kompasiana.com/marwan_antopulo

Komentar