Keadilan Nurani Vs Keadilan Hukum

Peliknya penegakan hukum di negeri ini telah menuai banyak protes. Kasus century yang sampai hari ini belum mendapatkan penyelesaian yang jelas. Begitu juga dengan kasus gayus. Belum selesai kedua kasus itu kini muncul permasalahan baru tentang seorang nara pidana Artalyta atau yang dipopuler disebut Ayin. Dalam kasusnya, Ayin telah melakukan tindakak kejahatan terkait korupsi, penyuapan dan penyalah gunaan wewenang. Dengan terbuktinya kasus tersebut sehingga dia akhirnya masuk dalam bui. Seperti halnya nara pidana yang lain, sepengetahuan masyarakat umum dia mendapat perlakuan yang tak berbeda. Namun, ternyata apa yang disangka oleh masyarakat tidaklah demikian adanya. Ketika satgas pemberantasan mafia hukum melakukan inspeksi mendadak ternyata Ayin
dengan kekuatan uangnya telah menyulap rumah tahanan menjadi hotel dengan fasilitas yang begitu mewah.

Inlah wajah hukum di negeri yang katanya negeri yang menjunjung tinggi keadilan ini. Melihat beberapa realitas hukum ini, negara seolah tak berdaya untuk menghadapi mereka yang terlibat dalam konspirasi perusak hukum ini. Dengan uang mereka bisa melakukan apa saja. Bisa keluar masuk penjara, bisa mendapatkan fasilitas hotel dalam penjara dan semua adalah karna uang. Uanglah yang berkuasa di negeri ini. Keadilan bisa terkalahkan dengan uang. Mesekipun sudah jelas bersalah namun bagi yang memiliki uang akan menjadi benar. Bahkan parahnya, hukum dijadikan oleh
pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengadili lawan-lawan politik. Sebaliknya, bagi mereka yang tak memilik uang merekalah yang akan mudah terjerat oleh hukum. Makanya ada ungkapan yang cocok buat negeri ini negeri ini : Orang miskin dilarang mencuri.

Sudah banyak kasus hukum yang menjerat saudara-saudara kita yang miskin. Salah satu contohnya seorang nenek yang mencuri tiga buah biji coklat karna urusan lapar maka dengan tanpa kompromi dia langsung di hukum. Bandingkan dengan gayus atau kasus penyupan yang di lakukan oleh Ayin. Bagi mereka yang bernurani akan berkata: sungguh miris keadilan di negeri ini. Artinya mereka yang terlibat dalam penyandaraan hukum ini adalah tidak memiliki hati nurani.

Namun ternyata hukum di negeri belumlah puas membuat hati nurani ini bersedih terlebih bagi mereka yang miskin. Kabar si Ayin untuk keluar dari tahanan semakin menegaskan bahwa hukum telah memihak bagi para koruptor ataupun penyuap. Selain itu, sebelumnya juga Aulia Pohan juga mengalami pembebasan bersarat. Dia adalah terdakwa korupsi aliran dana Bank Indonesia yang juga sebagai mbesan dari Presiden SBY. Padahal, imbas dari apa yang mereka lakukan sangat besar. Bahkan bisa mengalahkan para ‘teroris’.

Memang menurut hukum yang berlaku di negeri ini, hal itu sudah sesuai dengan prosedur. Tapi haruskah sistem hukum ini berlaku demikian? Yang kita ketahui bersama telah menciderai keadilan di negeri ini. Hukum di negeri ini telah menjadikan uang sebagai parameter keadilan. Sementara lubuk hati nurani manusia yang suci tidaklah bisa dikompromikan dengan uang atau apapun. Yang namanya tidak adil maka tetap tidak adil. Meskipun prosedur hukum telah mengatakan keadilan namun keadilan yang dirasakan oleh hati nurani belumlah di dapatkan di negeri ini.

Mungkinkah hukum ini di buat oleh mereka yang memiliki kepentingan politis? Ataukah mereka yang tidak memiliki hati nurani? Sehingga keadilan hanyalah bersifat empirisme dan tidak menyentuh kemanusiaan yang dirasakan oleh hati nurani? Yah, bisa jadi demikian.


Makassar, 30 Januari 2011

Komentar