Perempuan bangkitlah…!!!

Kelihatannya dia memiliki banyak masalah. Setiap hari dia selalu berada ditempat itu. Tempat dimana mahasiswa selalu melewatinya. Tempat yang dimana para mahasiswa berkunjung untuk mencari referensi pengetahuan.

Hari-harinya dia membersihkan jalan yang dilewati para mahasiswa agar mereka dapat melaluinya dengan perasaan nyaman. Bisa dikatakan dia bekerja demi kenyaman mahasiswa yang lalu lalang di sekitar tempat itu. Tempat itu bernama perpustakaan.

Wajahnya sedikit kotor.
Dan sedikit mengespresikan kekalahan. Kelihatannya dia adalah seorang ibu rumah tangga dan saya yakin akan hal itu. Tidak hanya dia seorang, ada juga beberapa temannya dengan seragam yang sama bekerja seperti yang ibu itu lakukan. Mereka hanyalah sebagai pegawai kecil yang sangat berbeda dengan mereka yang duduk di gedung berlantai itu.

Entah apa yang dipikirkannya. Melihat sepatu-sepatu yang dikenakan oleh mereka yang berjalan melewatinya.

“Mungkin dia lapar” tuturku dalam hati.

Seketika usai merenung. Tiba-tiba tanganya dengan memegang alat pembersih debu itu langsung di arahkan pada bekas jejak kaki yang melintas tadi. Memang itulah yang harus dia lakukan demi melawan kematian. Karna tanpa mereka melakoni pekerjaan itu maka mereka akan mati karna tak makan. Padahal kekayaan alam di negeri ini sungguh banyak. Sungguh ironis.

Yang mengherankan lagi kebanyakan yang bekerja sebagai cleaning service itu adalah perempuan.

“kalau inilah pekerjaan yang cocok bagi mereka” seorang teman berkata.
“Ooo…tidak bisa, pekerjaan ini juga cocok juga buat laki-laki” aku membalas ucapan teman.

Bukan persoalan siapa yang pantas bekerja. Tapi apakah layak atau tidak pekerjaan itu dilakukan oleh mereka. Keberadaan mereka di tempat itu dikarenakan ketidakadaan lapangan kerja yang layak. Pemerintah yang seharusnya menjadi elemen terdepan dalam memberikan pekerjaan yang layak justru berpaling. Mereka lebih melindungi pemilik-pemilik modal yang banyak uangnya.

Ini memang zaman edan. Manusia telah terkotak-kotak. Tidak lagi dilihat sebagai manusia yang utuh melainkan sebagai manusia yang memiliki banyak modal. Dia akan dihargai dan terhormat jika memiliki materi yang banyak. Sebaliknya mereka yang berpakaian compang-camping, hidup di pemukiman yang kumuh akan terlupakan.

Seorang wanita tadi harusnya berada di rumah sedang mengurusi anaknya. Harusnya kekayaan alam yang melimpah di negeri ini telah dinikmatinya tanpa harus menjadi penjaga jejak kaki yang di bawa oleh mahasiswa yang lalu lalang itu. Namun yang terjadi itu bukanlah baru satu kali. Melainkan dari sejarah telah bercerita tentang penderitaan mereka. Mereka kadang harus menjadi lahan eksploitasi kaum laki-laki. Tak jarang mereka dipaksakan untuk pelampiasan nafsu kaum lelaki ataupun menjadi komoditas komersial yang diperjual belikan.

Sungguh begitu kerasnya kehidupan mereka. Selain mengurus anak, urusan dapur juga membantu suami dalam mencari nafka.Selain kekerasan dalam pekerjaan juga mereka sering mendapat kekerasan fisik dalam rumah tangga oleh suami. Tak sedikit dari mereka menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Mereka bekerja sebagai pahlawan devisa negara tapi ironisnya negara tidak menjaga melindungi mereka dengan maksimal. Dalam bayangan mereka pekerjaan di luar negeri akan lebih baik dibanding negerinya. Tapi dalam realitasnya banyak dari mereka yang mengisahkan tentang penderitaan yang sangat menggugah hati. Bahkan ada yang meninggal dunia di luar negeri karena kejamnya majikan.

Konstruksi budaya juga dapat membunuh kebebasan mereka. Patriarki yang sangat ekstrim mengharuskan mereka tunduk pada segala kekuatan laki-laki. Kreativitas mereka terbunuh oleh dominasi laki-laki dan regulasi yang diciptakan oleh negara. Kadang mereka terstigmakan sebagai kaum lemah yang harus tunduk pada otoritas laki-laki.

Belum lagi pekerjaan yang disediakan negara justru lebih menindas mereka. Lihat saja buruh-buruh di pabrik yang sampai hari ini masi berdemonstrasi menuntut hak-hak sosial mereka. Kebanyakan dari buruh-buruh itu adalah kaum perempuan.

Inilah sedikit permasalah bagi kaum perempuan. Yang sampai hari ini belum pernah tuntas. Mereka tidak mengiginkan itu tapi karna ada kekuatan yang lebih besar yang memaksakan mereka. Itulah sebagian dari kebudayaan dan sistem regulasi pemerintah.

Fenomena ini mengindikasikan tentang perempuan hari ini belum bangkit dari keterpurukannya. Mereka adalah komunitas terbanyak di dunia dibanding kaum laki-laki. Jika kualitas ini sebanding dengan kuantitas dan tak lupa pula sistem sosial yang mendukung kemajuan mereka mendukung mungkin narasi akan berkata lain.

Bukankah generasi bangsa ini lahir di rahim permpuan. Melalui lembaga keluarga, genarasi bangsa di kader untuk kemudian terjun di masyarakat yang lebih luas. Hasil kader ini tergantung bagaimana proses pengkaderan dilakukan dalam keluarga. Maka disinilah peran sumberdaya perempuan yang menyangkut semua bentuk kecerdasan. Karna partisipasi perempuan memberikan kecerdasan kepada anak-anaknya akan sangat memberikan kostribusi pada kehidupan bermasyarakat nanti.

Oleh karena itu, Wahai perempuan bangkitlah…!!!
Makassar, 9 maret 2011


Komentar