Saatnya musik menggugat

Musik adalah wujud dari sebuah kebudayaan yang menghususkan dirinya pada seni. Perkembangan industri musik di Indonesia saat ini sangat pesat. Terutama grup music pop yang biasanya personilnya didominasi oleh kaum muda. Juga lirik-lirik dalam lagunya lebih banyak membicarakan masalah yang beraroma cinta.

Inilah ekspresi dari kejiwaan manusia. Musik adalah sebuah bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Karena dalam musik mendapatkan posisi penting dalam
kebutuhan manusia. Dia tidak dapat
disamakan dengan makanan atau minuman yang memberikan kebutuhan fisik. Karna musik dapat memberikan energi spiritual manusia. Dengan kata lain musik dapat mengisi enegi psikis manusia sehingga dapat menggetarkan jiwa.

Suatu watu kita mengalami kejenuhan dari rutinitas. Kita tidak memiliki semangat untuk melanjutkan rutinitas itu. Pikiranpun mengalami kebuntuan. Keadaan ini membuat kita untuk mencari suasana baru yang dapat mengeluarkan kita dari kejenuhan itu. Disinilah musik dapat memainkan perannya (meskipun ada cara lain yang perlu dilakukan). Ini salah satu contohnya dan masih banyak lagi contoh dari kekuatan musik tapi secara garis besarnya musik dapat menggerakan jiwa manusia.

Perkembangan industri musik sekarang masih didominasi oleh aliran musik pop. Menurut penulis, perkembangan ini tidak lepas dari kebutuhan pasar. Tapi inilah bagian dari kebebasan berekspresi manusia. Kita juga harus memaklumi dan menghargainya karna bagaimanapun juga musisi juga butuh dana dari komersial musiknya.

Wajar kalau musik terjebak dalam prioritas komersial. Toh, dunia sekarang telah terhegemoni oleh kapitalisme. Sebuah jebakan untuk mengajak segala aktifitas manusia harus tunduk pada kekuatan uang. Musik adalah sebuah komoditas yang sangat strategis untuk mengakumulasi uang. Karna musik merupakan kebutuhan siapapun dari muda sampai tua.

Terlepas dari tujuan komersial maka kita harus melihat musik dalam kacama yang berbeda. Ingat, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa musik adalah sebuah alat atau media yang sangat strategis untuk mengakumulasi uang. Alasan inilah inilah kita harus menggunakannya juga tidak hanya untuk tujuan komersial tapi juga sebagai alat untuk keluat dari hegemoni kapitalisme. Dalam kondisi ideal, musik harus digunakn dalam membantu menciptakan kehidupan yang sejaterah bagi semua manusia. Oleh karna itu harusnya musik jangan hanya terjebak pada tujuan komersial. Apalagi konten dalam lagu yang dilantunkan hanya membuat manusia terjebak dalam romantisme cinta, kesedihan ataupun bentuk-bentuk kepasifan lainnya.

Realitas abad kapitalisme tidak harus membuat kita terlena dalam permainannya. Termasuk musik yang juga harus terbebas. Sekali lagi bukannya tidak menghargai kebebasan berekspresi sang musisi. Namun tujuan kemanusiaan harus menjadi prioritas utama. Salah satu caranya adalah konten atau lirik dari musik ciptakan. Dengan itu pendengar akan mendapat pesan dari lagu yang didengarnnya. Karna pesan itu adalah refleksi dari segala ketimpangan alam sekitarnya.

Musik dapat dijadikan sebagai alat kritik. Dia bagaikan media massa yang dapat melaksanakan fungsi checks and balances bagi ketimpangan sosial yang ada. Musik seperti ini adalah sebagai musik profetik (kemanusiaan). Jika para musisi takut akan ketidak mampuannya bersaing di pasar maka itu hanyalah ketakutan yang tidak tidak perlu. Karna sudah banyak musisi yang berkarakter profetik seperti ini. Dan justru mereka memiliki penggemar setia karena karakter yang dimilikinya.

Sebagai contohnya lihat Iwan Fals. Beliau pernah dikriminalkan karna lagu yang dilantunkannya. Di zaman orde baru yang penuh dengan penindasan yang terselubung beliau mampu mengungkap hal itu. Meskipun dia harus menanggung akibatnya tapi justru itu beliau memiliki banyak penggemar setia. Dan pasar pun sangat mengakomodasi lagunya.

Oleh karna itu bertepatan dengan hari ini sebagai hari musik maka perlu melakukan rekonstruksi paradigma musik kita. Agar musik menjadi sebuah kebudayaan yang menggugat. Ingatkah kita, saat Bung Karno melarang pemutaran lagu-lagu romantisme. Beliau sengaja melakukan hal itu bukannya untuk membatasi kebebasan manusia. Tapi dia melihat kondisi masyarakat Indonesia saat itu yang masi berada pada transisi revolusi kemerdekaan. Mereka di wajibkan mendengarkan lagu-lagu perjuangan agar semangat revolusi itu tetap terjaga.
Salam pembebasan.

Makassar, 9 maret 2011

Komentar