sekolah yang membosankan

Di belantara kampus unhas, begitu ramainya mereka hilir mudik. Mereka bisa dikata adalah penghuni selama beberapa tahun di tempat itu. Tiap hari aku melihat mereka dalam kesibukan, entah apa yang dikerjakan. Temanku bilang: begitulah mahasiswa. Tapi terus terang saja, kadang akau bosan melihat mereka. Sok atau apalah bahasanya. Yang pastinya mataku sepertinya alergi melihat tingkah mereka. Kalau saya beranalogi, ibaratnya mereka terlalu berbicara tentang fungsi air sementara tenggorokan mereka telah kering karna tidak meminum air yang didiskusikannya. Apalagi untuk memberikan kepada orang-orang yang dahaga disekitarnya.

Selain itu, kadang aku berpikir ingin menghancurkan semua termasuk tempat ini. Aku ingin
keluar segera dari tempat ini tapi aku tak kuasa. Masih dibelenggu oleh persepsi dan budaya yang selalu melekat dan susah untuk dilepaskan. Tapi yang pastinya ini bukan yang kuharapkan.

Ingin egeois untuk menjeneralisasikan semua, bahwa semua lembaga pendidiakan formal terlalu otoriter. Tapi memang begitulah faktanya. Memaksakan dan menyeragamkan kehendak yang banyak menindas itu. Dia merasa Tuhan yang tau akan semua termasuk kami tak terkecuali saya sebagai penghuni kampus yang sesak dengan retorika palsu ini. Bagaiman tidak? Mereka egois untuk tidak mengajak kami untuk mendiskusikan mana yang baik dan apa kebutuhan yang tepat.

Mereka telah mematok kami agar mengikuti alur pikiran mereka. Dari yang paling atas sampai ke bawah. Mungkinkah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak mengerti kalau kami ingin dinamis dengan cara kami sendiri. Janganlah mereka mengarahkan secara sepihak mengikuti rencana mereka. Mencetak kami menjadi manusia-manusia yang seragam melalui kurikulum yang diseragamkan pula. Mengurung kami dalam sebuah ruang formal yang di batasi oleh dinding-dinding yang tidak peka dengan keadaan sekitarnya. Banyak tangisan, jeritan atau semua yang sejenisnya terhalangi oleh dinding tembok yang tak ber-prikemanusiaan.

Aku ingin bebas. Bebas menari seolah-olah tak ada yang melihatku. Aku ingin bernyanyi sekeras-kerasnya seolah-olah tak ada yang mendengarkanku. Aku juga ingin terbang bebas ke angkasa nan jauh tinggi disana melintasi cakrawala kehidupan dan melepaskan semua belenggu yang mengikat. Biarlah aku terbang mencari apa yang ku inginkan mencari pelepas dahaga intelektual. Aku tidak terlalu percaya dengan penawar yang ada dalam ruang-ruang formal itu. Bahkan aku muak melihatnya tatkala dia berdiri megah sementara di sampingnya banyak gubuk-gubuk yang akan roboh tatkala angin sepoi berhembus.

Aku ingin bebas. Aku tak mau seperti burung dalam sangkar emas yang indah itu. Banyak yang kagum dengannya karna berada pada sangkar emas yang mengagumkan itu. Tapi mereka yang kagum itu tidak tau keadaan yang sebenar-benarnya bahwa sang penghuni sangkar terkekang dalam sangkar tempat ia berada.

Sekali lagi aku ingin bebas.

Komentar

  1. bebas tidak hanya pada rentetan kata-kata di go-blog upi ^_^ bebas itu seperti kami ^_^

    BalasHapus
  2. ingin skali saya bebas :)

    BalasHapus

Posting Komentar