Tentang malam menanti embun pagi

Hari ini, pagi kembali menemuiku. Senyum mentari membuatku silau. Aku ingin marah karna dia menggangu dan menghentikan mimpi. Mimpi yang melarikan aku dalam genggaman malam. Tapi aku harus berbalik dan kembali menyapanya dengan senyuman. Karna ini bertanda aku keluar dari malam yang membosankan itu.

Meskipun dinginnya embun serasa membekukan tangan namun gelapnya malam yang baru aku
lewati seolah menghapus dingin pagi ini. Gelap yang tak kulihat ada dimensi materil karna mereka selalu berdialektika dalam makna. Makna yang selama ini mereka koar-koarkan namun tak mampu membuat apresiasi atau setidaknya memaksaku berkata wah,,,!!! Justru sebaliknya.

Aku bosan sayang. Untunglah kau meninggalkan aku. Aku tak mau kau bersamaku. Aku tidak mau melibatkanmu dalam ruangan yang fatamorgana itu. Telingaku bising oleh retorika yang mereka umbarkan. Harusnya malam itu adalah momentum melepasakan segala kepenatan namun yang terjadi sebaliknya.

Untunglah kau segera meninggalkan aku, dia, mereka dan ruangan yang sedikit ucapan manis yang biasa kita dapatkan. Aku ingin lari meninggalkan malam, namun waktu tidak memihak padaku. Bukannya aku tak ingin bersamamu dan saya yakin kau dan mereka juga demikian. Tapi inilah realitas yang memaksa untuk dijalani.

Sekali lagi aku bosan sayang. Tapi biarlah itu menjadi kenangan pahit dalam sejarah kita. Biarlah embun pagi ini hilang oleh cahaya mentari yang semakin meyengat. Namun ada hal yang harus kalian tau dan juga kamu. Saya tak ingin hilangnya embun pagi ini akan menghilangkan rasa sayang ini. Aku sayang kalian semua, terlebih kamu.


Komentar

Posting Komentar