Langit menangis dan aku tidak romantis lagi

Malam ini, langit tampaknya belum bisa menghentikan tangisnya. Entah, apa yang membuatnya menangis. Apakah karna jenuh melihat keangkuhan makhluk yang bernama manusia? Atau mungkin terharu atas keberhasilan manusia melaksanakan tugas khalifahnya? Entahlah.

Tangis adalah ekspresi jiwa (emosi) yang mungkin karena sedih atau malah terharu. Jikalau langit terharu atas bumi, mungkinkah ? sedang di sini dan sana bahkan hampir semua tempat bumi kian gersang. Bumi telah memunculkan tanda-tanda ketidaklayakan untuk di huni. Lagi, oleh manusia yang katanya bertugas sebagai khalifah pemakmur bumi dan alam semesta malah ingkar. Karena itu saya sepakat kalau kita semua tidak mengatakan kalau langit tengah terharu.

Inilah kesedihan. Langit terus menangis dan susah di tebak kapan berhenti dan menangis lagi. Langit mungkin marah pada bumi yang tak mampu menjaga diri hingga dia sakit-sakitan. Dia mencoba menyeimbangkan dirinya ketika kondisi dirinya tidak seimbang lagi. Dia sengaja mengeluarkan lahar dari perutnya untuk mengatakan kapada makhluk bernama manusia bahwa dia sedang marah. Bumi sengaja membuat gelombang dan air yang besar untuk membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran dan mungkin kotoran itu adalah makhluk yang bernama manusia. Mungkin juga bumi ingin mengobati dan membersihkan sakitnya yang semakin parah hingga dia meminta bantuan langit untuk menurunkan air matanya, hujan dengan dasyat hingga makhluk bumi ternggelam kerenanya.

Kini anomali terjadi dimana-mana. Musim kini tak seperti biasa. Sepesang kekasih itu, mungkin tak seperti dulu lagi. Menikmati musim hujan dengan segelas kopi hitam hingga mereka larut dalam gelapnya malam dan rintikan hujan. Bukankah itu kita sayang…!!! yang mungkin tidak akan seromatis dulu lagi ketika musim hujan dan payung merah jambu itu. Saya tidak ingin memalingkan memoriku dari kisah itu, ketika engkau membersihkan titik noda yang ada pada kerak bajuku. Kau tersenyum padaku dalam guyonan angin malam yang dinginya menusuk hingga ke hati dan memaksaku untuk mengatakan: demi Tuhan sang pemilik cinta, aku menyayangimu karnya-Nya. Apakah kisah kita akan berulang pada hujan malam ini? Entahlah sayang.

Aku pesimis sayang. Meskipun banyak kawanku yang melarangku untuk pesimis, tapi aku tidak bisa memaksa diriku untuk melawan itu. Hujan ini sulit membawa memori romantika itu dan merubahnya menjadi realitas yang dapat kita nikmati. Hujan ini beda dengan hujan kemarin ketika kau memayungiku dengan payung merah jambu itu karena kamu takut terjadi apa-apa pada kekasihmu ini. Hujan kali terasa kejam sayang. Dia kejam karena ulah banyak manusia yang telah kejam pada bumi, kekasih langit itu. Hingga langit harus terseduh-seduh menangis karena manusia tidak lagi menjalankan tugas kekhalifaannya dan malah sebaliknya membuat bumi semakin tak layak di huni.

Sayang...! maaf jika aku tidak seromantis dulu lagi. Aku ingin menangis bersama langit karena ulah mereka dan mungkin juga kita yang telah menyakiti bumi, kekasih langit itu. Sayang ikutlah menangis bersamaku dan bersama hujan ini.

Makassar di saat hujan malam, 7 juli 2012

Komentar