Media sosial dan prilaku manusia

Di era sekarang, media sosial telah menjadi trend. Para pengguna internet, umumnya memiliki akun di beberapa media sosial terutama facebook dan twitter. Dengan media sosial seperti ini, komunikasi dapat terhubung dengan cepat tanpa mengenal batas geografis. Ibaratnya, dunia terasa seperti daun kelor yang sangat sempit karena manusia di berbagai belahan dunia tidak lagi butuh ruang dan waktu yang luas untuk bertatap muka. Bahkan ada seorang ahli posmoderenisme, Yasraf Amir Piliang menyebutkan bahwa fenomena seperti ini telah merubah dunia menjadi dunia yang dilipat, saking semakin sempitnya dunia yang tak mengenal batas-batas teritorial lagi.

Dahulu sebelum manusia mengenal tekhnologi komunikasi lebih-lebih internet, mobilitas informasi sangat sulit terjadi. Penyebaran informasi sangat sempit dan kabar di berbagai tempat sangat sulit di dapatkan bahkan tidak ada sama sekalli. Merebaknya industry IT (informasi dan tekhnologi) dan didukung kemajuan IPTEK telah merubah itu semua, manusia kini seakan hidup dalam dunia maya yang tidak nyata (virtual). Bahkan ada yang mengatakan bahwa negara dengan batas teritorinya sudah tidak ada, yang ada adalah dunia yang satu.

Tulisan ini tidak akan terlalu mengupas jauh tentang media sosial. Melainkan hanya akan menyinggung pada perubahan budaya dan efek psikologinya pada manusia. Sebagaimana dikatakatan sebelumnya, dunia semakin sempir dan ibaratnya dunia yang dilipat. Manusia tidak perlu lagi ruang khusus dan waktu yang banyak untuk bertemu langsung sembari bersosialisasi satu sama lain. Cukup berselancar di dunia maya (internet), maka terjadilah pertemuan itu.

Meskipun tidak dapat di pungkiri, tidak perlu membutuhkan waktu yang lama dan cukup efisien namun justru dari sinilah muncul efek negatifnya. Terlepas dari efek positif lainnya, kurangnya intensitas pertemuan secara langsung membuat hubungan emosional antarmanusia tidak akan terjalin dengan erat. Manusia akan cenderung individualis karena ruang yang nyata untuk besosialisasi langsung tidak lagi digunakan. Manusia kini seolah merasa kesepian dan hanya mencari keramaian di dunia maya. Padahal secara psikologi, pertemuan langsung akan lebih bermakna dibanding hanya dilakukan di media sosial. Bahkan mungkin dalam media sosial mereka saling mengenal namun di dunia nyata mereka tidak saling mengenal.

Selain itu, ternyata intensitas penggunaan media sosial (terutama facebook dan twitter) yang semakin tinggi akan mudah menimbulkan depresi. Ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan ilmuwan Amerika di Academy of Pediatrics, yang menyebutkan penggunaan facebook yang sering dalam sehari dengan intensitas tinggi akan mudah terserang depresi dibanding pengguan yang hanya beberapa menit saja dalam sehari. Juga ternyata media sosial dapat  menimbulkan irih pada orang lain. Aktualisasi yang terjadi di media sosial dengan menampilkan pengalaman tertentu seseorang akan membuat cemburu orang yang sebelumnya tidak pernah melakukannya. Inilah yang semakin membuat orang lain semakin depresi bahkan melakukan hal yang lebih ekstrim, bunuh diri.

Komentar