Sudah kah kamu hijrah?

Kemarin (1 Muharram) adalah permulaan tahun hijriyah atau biasa juga disebut dengan tahun baru islam, 1434 H. Hari ini sudah memasuki hari ke dua bulan muharram. Tentunya setiap persitiwa memilliki latar belakang sehingga peristiwa itu terjadi, begitu pula dengan tahun hijriyah. Dia memiliki alasan sehingga disebut dengan tahun hijriyah, apa peristiwa yang terjadi pada saat itu atau sejak kapan dimulai dan semua peristiwa yang menyertainya.

Sedikit menyinggung sejarah lahirnya, hijriyah berasal dari kata hijrah yang artinya pindah. Ketika itu Rasulullah Muhammad SAW dalam berdakwa melakukan hijrah dari makah ke Madinah. Kondisi makkah pada saat itu sudah tidak kondusif lagi untuk berdakwah sehingga sang rasul memutuskan untuk hijrah ke madinah. Dari sinilah awal perhitungan tahun hijriyah dan alasan kenapa disebut tahun hijriyah.

Untuk mengenang peristiwa ini, maka banyak umat beliau memperingati awal tahun hijriyah ini dengan berbagai ekspresi dan perayaan. Alasannya adalah untuk mengenang peristiwa hijrah ini agar menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari, meskipun masih ada juga yang belum menghayatinya hingga menginternalisasi dalam dirinya dan teraktual dalam kehidupannya. Mereka umumnya hanya memaknainya sebagai perayaan (ritual) semata tanpa melihat secara mendalam esensi dalam peristiwa itu. Disatu sisi, perayaan tahun baru hiriyah seperti ini mendapat penentangan dari kalangan yang menganggap bid’ah. Bagi kubu ini, perayaan tahun baru hijriah tidak pernah di ajarkan dan dicontohkan oleh Rasul dan sahabat-sahabatnya.

Perdebatan dua kubu di atas, sampai sekrang belum mencapai titik final. Namun terlepas dari itu, penulis tidak akan membahas siapa yang paling benar di antara keduanya. Penulis cukup memaknainya sebagai peristiwa sejarah yang sarat akan banyak makna. Hijrah bukanlah sekedar aktivitas berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih dari itu, hijrah harus dimaknai dalam arti yang esensial yakni bagaiamana kita berpindah (hijrah) dari hal yang tidak baik menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik lagi atau dengan kata lain hijrah menuju kualitas yang lebih baik lagi.

Atau lihatlah yang paling esensi dari manusia dan kehidupannya. Yakni bagaiamana manusia harus menggerakan jiwa dalam kualitas kesempurnaan dan kemuliaan. Kemuliaan manusia bukanlah berparameter pada bagaimana keindahan fisiknya atau prestasinya di dunia yang bersifat semu. Kemulian manusia, sebagaiamana di tegaskan dalam kitab suci agama Ibrahim (samawi) adalah bagaimana tingkat ibadah dan pengabdiannya kepada yang mengadakan alam semesta ini, Allah, Tuhan sekalian alam. Inilah hijrah yang sebenarnya, hijrah yang demi meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang. Bukankah dulu, Rasul Muhammad SAW hijrah karena alasan taqwa? Karena di Makkah tidak efektif lagi untuk menyebarkan syariat islam.

Hijrah diri

Bagaiamana menghayati makna hijrah untuk diri sendiri? Jika kita memaknai hakikat hidup manusia, hanyalah satu yakni mengabdi kepada Allah SWT. Artinya setiap gerak gerik kita, bahkan nafas yang kita hembuskan pun harus bernilai pengabdian.

Hijrah dalam peristiwa yang terjadi pada Rasulullah SAW, harus dimaknai bukan hanya sebagai peristiwa sejarah namun lebih dari itu harus menjadi konsep hidup. Hidup adalah proses pematangan dan penyempurnaan jiwa dengan bergerak menuju-Nya. Cara penyempurnaan itu sudah di ajarkan dan contohkan oleh Rasul-Nya ketika beliau di utus menjadi pengemban amanah di muka bumi. Bagaiamana menjalin hubungan dengan Allah (hablum minallah), hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) maupun hubungan dengan alam sehingga kita nanti menjadi insan kamil, manusia paripurna.

Setiap perubahan waktu, harus menambah kualitas jiwa kita. Tahun kemarin adalah sejarah yang telah kita goreskan tinta-tinta kehidupan yang pernah dijalani. Banyak hikmah-hikmah yang harus menjadi pembelajaran hingga menjadi modal untuk meningkat kualitas jiwa di waktu-waktu selanjutnya. Alangka sia-sianya kehidupan Jika hari kemarin (tahun kemarin) masih sama atau bahkan justru lebih buruk dari tahun ini.

Karenanya wajib kiranya bagi kita untuk beresolusi untuk rencana-rencana hidup kedepan. Sejatinya di pergantian tahun ini kita memberikan waktu kepada masing-masing diri kita untuk merenung, apa yang pernah kita lakukan sebelumnya sembari memperbaiki kesalah dan meningkatkan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.

Kadang sangsi, bahwa pergantian tahun menjadi titik refleksi kehidupan kita (baca: umat islam). Malah pemandangan ironis adalah justru banyak umat islam yang tidak tau bahwa akan segera datang pergantian tahun hijriyah dan bahkan mungkin tidak tau jika sekarang sudah memasuki tahun baru hijriyah yang merupakan tahun identitas agamanya. Ini berbeda dengan bagaiamana umat islam merespon tahun baru masehi dengan sangat euforinya.*

Semoga kita selalu hijrah menuju kesempurnaan dalam setiap perubahan waktu.

Makassar, 2 Muharram 1434 Hijriyah

Komentar