Aku, awan hitam dan gadis ‘cantik’

Hujan kali ini terasa berat hati untuk turun. Padahal indikasinya sudah cukup jelas, awan hitam sudah mulai berkumpul dan senyuman mentari sudah mulai terhalangi. Meskipun aku bukanlah orang yang tepat untuk meramalkan bahwa akan jadi turun atau tidak, namun setidaknya awan hitam ini telah mengambrukan bangunan rencana semenjak malam tadi. Menyusun secara perlahan batu-batu bangunan rencana harian yang sebenarnya harus sudah terlaksana beberapa hari yang lalu. Tapi inilah aku, yang selalu lalai. Dan alam pun juga tak mampu aku hadapi, dia kuat dan menaklukanku.

Mungkin awan hitam ini berbicara padaku tentang kondisinya yang kurang baik. Kurang baik jika  mengagendakan apalagi melaksanakan sesuatu dengan tidak sepenuh hati. Dia bagaikan cermin, dimana aku melihat semangatku ada pada dirinya saat ini. Ketika dia ragu untuk mengeluarkan segala potensi yang dimilikinya maka hasilnya pun tidak seberapa. Bumi tetap basah namun tidak sedasyat jika dia harus kuat untuk bekerja menurunkan potensinya, hujan. Ini tidak jauh beda dengan aku yang sekarang. Aku yang merencanakan sesuatu dari jauh-jauh hari namun sampai sekarang belum terealisasi.

Beberapa malam yang lalu, aku bertemu seorang gadis. Terus terang dia cukup cantik, aku kagum padanya. Bukan karna kecantikan lahiriyahnya, namun kombinasi dengan kecantikan batiniyahnya yang mampu menggetarkan hati yang tengah merindukan sosok seperti ini. Sosok ciptaan Tuhan yang di dalam dirinya aku melihat Tuhan. Tidaklah salah, karena bagiku manusia adalah degradasi wujud yang sangat hina (rendah) namun hal itu bisa suci dan derajatnya tinggi jika dalam potensi jiwanya dibangkitkan untuk bergerak mendekati sang Maha suci. Aku melihat manifestasi Tuhan dalam jiwanya, sifat jamal Tuhanku yakni sifat pengasih, penyayang, lemah lembut dan segala sifat yang oleh saya sangat mengaguminya mungkin juga semua kaum adam. Meskipun sifat-sifat itu tidak setara dengan Tuhanku yang Maha sempurnah.

Mengutip ucapan seorang ulama, Emha Ainun Nadjib atau biasa di kenal juga dengan nama Cak Nun. Kurang lebihnya beliau pernah bertutur, parameter (derajat) manusia adalah bukan siapa dia namun seberapa pengabdiannya kepada sang Khalik, kemudian berimplikasi pada pengabdian kepada hamba_Nya (sesamanya). Potensi manusia yang mulia ada pada kemanusiaannya, ketika dia mampu membangkitkan potensi dalam jiwanya untuk pengabdian kepada yang telah menciptakannya, Tuhan yang Maha Mencintai serta Maha Kuasa atas segalah sesuatu.

Begitupun aku, awan hitam dan gadis cantik itu. Aku akan terasa hebat dan mulia jika rencana yang telah aku susun terealisasi dengan memaksimalkan segala potensi yang kumilliki. Terlepas dari buruknya (dampak negatif), awan hitam akan terasa hebat jika dia mampu menurunkan hujannya dengan sangat kuat. Begitupun juga gadis cantik itu yang ku ceritakan di awal tadi tentangnya, bahwa dia akan terasa cantik dan indah jika potensi lahiriah (kecantikan fisiknya) serta potensi batiniahnya (kecantikan akhlaknya) dapat dipadukan. Dan ketiganya akan mulia serta memiliki derajat yang tinggi jika mereka mengabdikan kepada Tuhan yang menciptakan mereka dan penghayatan terhadap pengabdian kepada_Nya juga akan berimplikasi pada manfaat bagi makhluk lainnya yang akan terasa indah karena kehadiran ketiganya. Semoga. Amin.

~Makassar, masih di mabesku di saat hujan stengah hati untuk turun, 28 Januari 2013.

Komentar