Rumah kesehatan; wisata spritual

Sengaja saya menggantinya dengan istilah rumah kesehatan. Rumah kesehatan dalam tulisan ini identik dengan rumah sakit yang banyak dipahami oleh banyak orang. Rumah sakit selalu di asosiasikan sebagai tempat orang sakit. Memang hal ini benar, namun bukankah alangkah baiknya ketika kita menyebut sebuah istilah langsung terasosiasi dengan hal yang positif? Maka dari itu penulis menggunakan istilah “rumah kesehatan” agar kedengarannya lebih positif dibanding "rumah sakit". Lagi pula istilah ini, selain berstigma positif tidak secara kasar menyebut tempat orang sakit, juga memberikan sugesti postif kepada orang yang sakit bahwa dia telah masuk ke rumah kesehatan dan sebentar lagi akan segera sehat.

Mengunjungi rumah kesehatan bagiku merupakan wisata rohani. Tempat ini merupakan tempat dimana orang sakit yang ingin mencari kesembuhan dari sakitnya. Ketika manusia tidak mampu lagi menahan atau kalah dengan rasa sakit itu maka pada puncaknya adalah kematian. Seperti yang dikatakan oleh Syaidina Ali bin Abi Thalib, hidup adalah perjuangan melawan kematian. Jika kematian tidak mampu lagi dilawan maka kita telah dikuasai oleh kematian atau berada dalam kondisi yang mati.

Inilah yang menjadi bahan renungan ketika berada di rumah sakit. Kita melihat  berbagai macam kondisi manusia yang berada di dalamnya. Cukup memprihatinkan dan kadang menyedihkan jika kita membandingkan dengan kondisi kita yang masih sehat. Bayangkan saja, jika anda yang tengah berada di dalamnya, duduk dan terbaring dengan kondisi yang sakit bahkan tak berdaya. Jangankan untuk jalan, berdiri saja anda harus di gotong. Sungguh memprihatinkan.

Memaknai sakit

Sakit merupakan kondisi alamiah manusia. Inilah bukti bahwa manusia tidaklah sempurnah dan dia membutuhkan sesuatu untuk bisa bertahan hidup. Di kala sehat mungkin kita bisa beraktivitas mengurusi diri sendiri meski tanpa bantuan orang lain. Tak jarang juga kita melupakan orang lain terlebih di kala senang. Bahkan kita juga terlampau sombong dan angkuh atas prestasi yang telah kita raih bahkan Tuhan pun menjadi hal yang terlupakan. Padahal kita tak menyadari keberhasialan kita beraktivitas sampai memperoleh hasil, ada andil orang lain, lingkungan apalagi Tuhan penguasa alam raya, Maha penentu segala sesuatu.

Mungkin inilah bahasa yang tersembunyi ketika kita harus sakit. Selalu ada makna yang tersimpan dan akan tersingkap jika kita mampu membacanya. Sakit juga bisa menumbuhkan rasa silaturahmi bahkan menguji kesetiaan orang-orang yang selama ini bersama kita. Tentang apakah mereka akan selalu berada untuk kita di kala suka ataupun duka? Atau apakah masih ada yang peduli kepada kita di kala sakit? Juga kepada orang-orang yang membesuk, memberikan peringatan bahwa petapa pentingnya nikmat kesehatan, betapa hidup sangat singkat dan kematian adalah keniscayaan. Dengan itu, kita bisa berkontemplasi (merenung), sudahkah kita melakukan evaluasi diri atau sudah sampai dimana ibadah yang kita lakukan atau apakah kita sudah siap menghadapi kematian itu?

Dikala senang kita lupa dengan segalanya termasuk Tuhan. Maka sakit sesungguhnya adalah bagian cara Tuhan untuk membuat kita mengoreksi diri agar tidak melupakannya. Kadang kesehatan akan terasa berharga dan mensyukurinya tatkala kita dalam kondisi sakit. Kita membayangkan, bagaimana kita begitu lincah dalam melakukan sesuatu dan ketika kita sakit kita sangat lemah dan tak mampu lagi melakukannya. Di saat sehat juga kita kadang melupakan Tuhan, setelah sakit kita segera mengingatnya. Ibadah mulai kita lakukan yang sebelumnya tidak dilakukan dan yang jarang kini di tingkatkan. Mungkin ada benarnya,  menurut salah satu studi sosial-keagamaan, manusia menciptakan atau segera mendekati Tuhan ketika mereka tidak mampu menjawab fenomena alam yang misteri dan ketidak mampuan lembaga-lembaga duniawi (sekuler) menjawab persoalan manusia.

Tinjauan Islam

Selain seperti yang dijelaskan seperti di atas juga sakit adalah bentuk cobaan Tuhan terhadap manusia. Bentuk peringatan dan memliki hikmah positif tersendiri. Selain kita di ingatkan tentang kematian dan dosa-dosa yang kadang sebagai sebab munculnya sakit itu, juga sebagai penggugur dosa yang pernah kita lakukan. Tuhan sengaja memperingatkan kita bahwa siksa neraka sungguh sangat jauh lebih dasyat dari siksa dunia yang kita rasakan ketika sakit, maka diberikanlah rasa sakit itu pada manusia agar manusia segera tersadar.

Rasullah Muhammad SAW bersabda:

“Tiada seorang mu’min yang rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyaki tatau kesedihan (kesusahan) sampai duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya” (HR. Bukhari). 
"Barangsisapa dikehendaki oleh Allah kebaikan baginya, maka dia (diuji) dengan suatu musibah." (HR. Bukhari). 

~Makassar, masih di mabesaku usai pulang dari mengunjungi orang sakit di rumah kesehatan, 29 Januari 2013.

Komentar

  1. Puskesmas... Public Health Center... sebenarnya adalah ujung tombah rumah sehat

    BalasHapus

Posting Komentar