Shalat berjamaah dan menulis

Azan adalah panggilan kepada umat islam untuk segera melaksanakan shalat. Malam itu telah masuk waktu isya, masjid seperti biasa memanggil untuk shalat bagi umat islam. Segera saya tinggalkan akitvitas meskipun agak berat untuk ditinggalkan. Tapi hati nuarani selalu membisikan agar segera memenuhi panggilan Tuhan penguasa kehidupan ini.

Bukankah kita dilahirkan hanya untuk menyembah kepadanya? Demikian pertanyaan yang muncul dalam benak. Segera saya tinggalkan aktivitas yang kebetulan dilakukan bersama seorang sahabat. Saya mengajaknya untuk shalat, namun harus dimaklumi. Seorang sahabat ini adalah akhwat (wanita) yang memiliki satu halangan untuk melaksanakan kewajiban shalat, hadats besar.

Seperti biasa, saya selalu bertanya kepada sahabat yang kebetulan mengetahui saya akan shalat. “Apa yang kamu minta pada Allah? Insya Allah saya akan mintakan (doa) pada_Nya usai shalat sebentar”. Setelah mendengar semua keluh kesah dan harapannya, saya segera menuju masjid.

Alhamdulilah akhirnya shalat Isya malam itu selesai juga. Doaku dan sahabat yang meminta untuk di doakan kepada pemilik alam semesta dan isinya pun sudah ditunaikan. Kewajiban sudah terlaksana, setidaknya telah bebas dari pertanggung jawaban nanti meskipun saya tidak tahu berapa kadar ke ikhlasan dalam melaksanakannya. Apakah hanya sebatas mengugurkan kewajiban saja? atau memang benar-benar beribadah karena ingin mendapat pahala dan takut dosa? Atau mungkin juga beribadah karena cinta sebagaimana kisah Rabiatul Adawiyah, tanpa pahala (surga) atau dosa (neraka) pun tetap akan laksanakan kewajibannya? Entahlah, biarlah yang Maha adil yang menimbangnya.

Usai shalat, masih di dalam masijid. Tiba-tiba suara salam terdengar, “Aslamu alaikum” Seorang sahabat ikhwan (pria) menyapa dan mendekat. Sayapun membalas sembari mendekatinya. Tangan kami pun berjabatangan sebagai isyarat persahabatan. Kemudian datang lagi seorang sahabat yang kebetulan datang dengan sahabat saya sebelumnya tadi. Mengucapkan salam dan berjabatangan, saya membalas. Demikian tradisi kami ketika bertemu.

Sahabat kedua saya tadi adalah seorang penulis. Dia kulia satu kampus dengan saya, meskipun beda fakultas tapi kami saling kenal. Dia tergolong senior di kampus dan Alhamdulillah studinya sudah selesai. Sebagai teman lama yang lama tak bertemu, kamipun berbincang-bincang. Saya lebih membincangkan tentang dunia tulis menulis. Singkat cerita, dari hasil perbincangan kami ternyat dia sedang menulis buku ke tiganya dan Insya Allah akan segera diterbitkan. Luar biasa.

Terus terang, menulis apalagi menulis buku bukan perkara mudah bagi siapa saja tak terkecuali mahasiswa. Berbicara di depan umum, itu hal yang lumrah dan kebanyakan orang tahu. Namun untuk menuangkan isi kepala dalam tulisan, tidak semua orang yang bisa. Mungkin hanya sepersekian orang saja bukti sederhananya kita dapat melihat perbandingan jumlah sarjana Indonesia (masyarakat terdidik) dengan jumlah buku yang terbit. Itupun dari banyak buku yang diterbitkan, kadang penulisnya adalah orang yang sama.

3 M. Menulis Menulis Menulis. Demikian sarannya. Tips ini juga sebenarnya, yang saya jalankan. Dan Alhamdulillah banyak yang mengapresiasi tulisan-tulisan saya. Suatu ketika saya diminta tips agar bisa menulis oleh seorang sahabat, pun saya memotivasi dengan kalimat seperti itu. Tapi saya sedikit menambahkan: Jika ingin tahu menulis, jangan belajar naik sepeda tapi belajarlah menulis maka menulis, menulis dan menulislah.

Bagiku pertemuan ini sangat berharga. Karenanya saya bisa bertukar pikiran (share) tentang segala hal. Ini berkat shalat berjamaah di masjid. Masjid merupakan tempat berkumpulnya umat muslim terutama untuk beribadah (shalat). Silaturahmi dapat terjalin erat di tempat ini. Kadang persahabatan yang telah lama tidak bertemu dapat bertemu ditempat ini, seperti yang saya alami.

Semoga shalat berjamaah selalu memunculkan hikmah-hikmahnya. Dan saya dapat menulis buku seperti yang dilakukan oleh seorang sahabat tadi. Semoga tahun ini bisa terwujud. Amin.

~masih di markas besarku.

Komentar