Jangan melihat melihat pintu itu !!!

Pintu itu kembali dibuka. Daun-daun di halaman rumah berserakah. Angin belum terlalu lama meniupnya hingga berpisah dengan ranting-ranting yang menggenggamnya. Suasana yang cukup damai membuatku terbangun dalam kesejukan udara pagi. Mentari begitu redup terhalang senyumnya oleh kabut awan samar. Meskipun itu dia tetap indah untuk menyinari pagiku.

Tapi aku selalu menghindari pintu rumah mereka ketika pagi sudah mulai menyapa. Dalam ronsokan koran-koran aku duduk melihat baris-baris kalimat yang berjejer memenuhi lembar demi lembar. Lagi-lagi tentang berbagai kegalaluan negeri ini. Jarang terpampang di hadapanku tentang kabar baik untuk negeriku. Belum lagi, akhir-akhir ini yang semakin membludak. Kasus spionase oleh negara tetangga yang merong-rong kedaulatan. Korupsi tidak sudah menjadi pemandangan yang sehari-hari di saksikan. Belum lagi pro kontra masalah kesehatan, yang melibatkan dokter harus turun meninggalkan pasien-pasiennya karena demonstrasi. Juga rakyat miskin masih banyak berkelimpangan di sudut-sudut di negeri ini yang sangat membutuhkan uluran tangan sang dermawan.

Terasa sumpek  negeri ini. Kegangaman menyelimutiku. Ingin ku saksikan pagi itu dengan melihat lalu lalang manusia-manusia di sekitar rumah kosku. Tapi aku masih saja takut dan terus menjaga mata ini untuk tidak melihat ke pintu itu. Aku mencoba selalu berusaha agar mata ini masih saja tetap membulatkan tekad untuk tidak melihat kepintu yang bagiku membuatku lebih sumpek lagi. Meskipun sesekali aku harus melanggarnya untuk melihatnya.

Rupanya aku sudah cukup lama di sini. Detik demi detik berlalu begitu saja. Mentari pun demikian, dia terus menyingsing hingga merasuki jendela yang biasa aku bersembunyi dibaliknya. Jendela yang merupakan benteng persembunyianku dari pintu yang ku hindari itu. Sinarnya mulai menyengat menampar tubuhku. Segelas teh yang menemaniku sudah hampir habis.

Akhirnya ku beranjak dari tempat dudukku. Berharap apa yang terhawartikan akan segera usai. “smoga pintu itu kemballi di tutup” gumamku dalam hati. Segera ku usir semut-semut yang ternyata dari tadi datang menempel pada gelas kacaku. Maka terpampanglah aku di depan jendela untuk tidak menyembunyikan lagi tubuhku. Tidak ragu lagi untuk melemparkan pandangan ke pintu mereka. Oh, tidak. Pintu itu belum tertutup. Keluarlah seorang lelaki dengan berkameja kotak-kotak di temani seorang wanita cantik nan manis. Tak sadar aku melihatnya. “Dik jaga rumah ya. Kakak mencari nafka dulu untuk adik. Insya Allah sebentar sore kakak akan pulang” Laki-laki itu berkata sembari mengecup kening istrinya. “Iya, adik akan tetap menunggu kakak di sini. Hati-hati di jalan. Adik akan selalu berdoa untuk kakak.” Balas sang istri sambil mencium punggung tangan laki-laki itu.

Oh, aku kembali gamang di balik jendela. Pintu yang ku berusaha hindari ternyata belum tertutup. Mata ini sebisa mungkin ku jaga dari pintu ternyata kecolongan untuk melihat ke pintu mereka. “Pagi ini Kalian membuatku irih kembali. Aku cemburu pada cara kalian saling mencintai” di balik jendela aku berdesis.

~makassar, di pagi hari, 30 november 2013.

Komentar