Atas-bawah sama Saja (Refleksi Hari Antikorupsi)

Entah dengan cara apa lagi untuk melenyapkan korupsi di negeri ini. KPK dan lembaga hukum lain terus bekerja tapi tak habis-habisnya. Korupsi malah semakin menggurita. Pelaku yang ditemukan pun semakin mencengangkan dengan tingkat pencurian uang yang cukup besar. Tidak hanya di lembaga eksekutif atau legislatif malah di lembaga yudikatif yang harusnya mengadili segala pelanggaran hukum justru terkena virus korupsi. Malah sering ditemukan ada kolaborasi ketiga lembaga ini (eksekutif, legislatif dan yudikatif) untuk menguras uang rakyat. Tak salah jika kemudian muncul istilah “triascoruptica”.

Itu baru di tingkat elite. Bagaiamana dengan di kalangan masyarakat bawah (biasa)? Perilaku pemimpin biasanya menggambar rakyat yang di bawahnya. Jika di atas berprilaku korup, dibawahnya tidak akan jauh beda. Ibarat gunung es di lautan, terlihat sedikit di atas tapi di bawah sungguh banyak.

Korupsi di tingkat bawah

Kita dapat melihat bagaiamana prosedur birokrasi atau sistem administrasi dalam pelayanan-pelayanan umum. Misalnya pengurusan KTP. Banyak masyarakat yang harus melewati liku-liku prosedur untuk bisa mendapatkan sebuah kartu indentitas sebagai warga negara. Selain itu tak jarang selalu berurusan dengan oknum birokrasi yang meminta pembayaran-pembayaran yang tidak jelas. Oknum ini biasa berdalih agar urusan pembuatan KTPnya bisa segera selesai.

Untuk masuk ke tempat-tempat fasilitas publik, ternyata tak berbeda. Misalnya ketika saya memasuki sebuah pelabuhan, diwajibkan untuk membayar restribusi. Petugas pelabuhan biasanya memiliki karcis untuk ditukar dengan uang. Ternyata para petugas ini memanfaatkannya sebagai lahan untuk  mengambil keuntungan pribadi. Setelah uangnya di berikan, saya langsung dipersilahkan masuk begitu saja tanpa di beri karcis. Artinya jika karcisnya tidak diberikan maka uangnya hanya sampai di kantong petugas itu. Secara administrasi, harusnya mereka memberikan karcisnya setelah uang saya berikan. Dan nantinya uang ini akan diberikan kepada atasannya dan menjadi salah satu sumber pemasukan negara (APBN/APBD).

Tidak ada bedanya ketika masuk menjadi siswa di suatu lembaga pendidikan tertentu. Di banyak sekolah sering ditemukan pungutan-pungutan yang tidak jelas sebabnya. Kedoknya untuk uang admisitrasi, pembangunan atau agar bisa lulus atau diterima di sekolah itu. Terlebih jika sekolah tersebut berlabel ‘sekolah bertaraf internasional’. Padahal sekolah harusnya menjadi sumber kebaikan (contoh) yang memberi cahaya terhadap segala kegelepan dalam masyarakat.

Begitu juga ketika membayar parkir. Suatu ketika saya ketika keluar dari sebuah lokasi parkir. Seorang petugas parkir segra meminta uang parkir tanpa memberikan karcisnya (sama kasusnya dengan petugas pelabuhan). Modus lainnya lagi, si tukang parkir langsung meminta uang yang sedikit lebih dari tarif normalnya. Kemudian karcisnya di selipkan di bagian kendaraan yang susah untuk dijangkau oleh pengemudi jika berada di atas kendaraannya. Setelahnya segera di arahkan agar meninggalkan parkiran dengan secepatnya. Saya mengetahui tarifnya dinaikan setelah sampai ditujuan dan melihat ulang karcisnya.

Terstruktur, sistemik dan massif

Setidaknya beberapa contoh di atas, menjadi bukti bahwa praktek korupsi di negeri ini begitu melilit sendi-sendi kehidupan kita. Dari atas (elite) hingga tingkat bawah atau masayarakat biasa. Bisa dikatakan selama ini sorotan media atau pemberian solusi hanya berkutat pada prilaku korupsi di tingkat elite. Padahal di tingkat bawah juga tak kalah terstruktur, sistemik dan massif.

Ingat!!! prilaku hari ini akan berdampak pada masa depan. Prilaku yang tidak wajar jika dibiasakan terus menerus, maka akan menjadi hal yang wajar. Jika masyarakat bawah sudah terbiasa dengan hal-hal kecil seperti ini, kedepannya akan menjadi lumrah sebagai suatu kebiasaan yang disahkan secara budaya. Mungkin sekarang skala korupsinya kecil tapi kebiasaan akan menjadi karakter dan ketika mendapat momentum atau menjadi wakil rakyat, tidak menutup kemungkinan praktek korupsinya akan dalam skala yang lebih besar.

Oleh karena itu, jika negeri ini bebas dari korupsi maka pemberantasannya harus dilakukan secara menyeluruh. Bukan hanya KPK, Polisi, Kejaksaan atau lembaga hukum lainnya, melainkan ini tugas semua elemen bangsa. Jika praktek korupsi di negeri ini sudah begitu terstruktur, sistemik dan massif maka tidak lain solusinya juga harus secara terstruktur, sistemik dan massif.

Selamat hari anti korupsi
 
~Makassar, 9 Desember 2013

Komentar