Jangan kulitnya, tengoklah dalamnya pula. Smoga kita menjadi lebih bijaksana

Perdebatan selalu ada. Tapi saya tidak ingin membahas itu lebih dalam disini. Bagiku itu adalah hal yang remeh temeh. Silahkan saja anda melakukannya dan kami melakukannya. Silahkan anda mengucapkan selamat dan silahkan juga jika tidak ingin mengucapkan. Semua sah-sah saja, asalkan semua saling menghargai atau jangan ada yang melakukan hal-hal yang diluar kewajaran.  Asalkan pula jangan paksakan untuk mengganti Tuhan dan nabi kami. Demikian juga kami, tidak akan memaksakanmu atau kalian atas kehendak kami untuk mengikuti Tuhan kami. Kita hanya saling mengingatkan saja. Mengingatkan untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Karena untuikmu agamamu dan untuku agamaku.

Paragraph di atas, sebagai respon tentang bagaiamana umat muslim ketika melihat perayaan agama lain oleh umatnya ataupun sebaliknya. Kurang lebih Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) pernah berkata: aku menganggap Tuhanku pemilik segalanya, kamu bilang Tuhanmu pemilik segalanya. Aku juga bilang, surga itu ciptaan Tuhanku untuk kami. Kamu juga bilang surga itu buatan Tuhanmu untuk kalian. Demikian pula neraka, kataku itu di ciptakan Tuhanku untukmu. Tapi katamu, neraka adalah ciptaan Tuhanmu untukku. Akhirnya kita berdebat hingga naik pitam. Aku menggunakan senjata kaupun demikian. Oleh Iblis tertawa terkekeh-kekeh, karna dia yang sudah tahu siapa sebenarnya Tuhan.

Kalimat cak nun di atas sengaja membicarakan pada wilayah yang fundamental, tauhid. Tapi setidaknya inilah fakta yang terjadi di banyak kalangan pemeluk agama. Perbedaan ini selalu menimbulkan gesekan fisik bagi yang tidak bersikapa bijaksana dan toleran.

Kulit dan isi

Hari ini, di saat menulis artikel ini tengah diperingati oleh saudara umat kristiani sebagai hari natal. Hari yang bersejarah bagi mereka sama halnya dengan umat muslim dan umat-umat lainnya dengan hari-hari besarnya. Di harapkan peringatan hari ini menjadi momentum penyadaran, bahwa kedamaian itu hal yang penting untuk di wujudkan. Sebagaiamana keyakinan mereka, Tuhan mereka turun ke muka bumi sebagai pembawa kasih dan damai.

Perayaan hari raya seperti ini sudah sering di lakukan oleh semua agama dan keyakinan. Tapi selalu saja tak meninggalkan bekas yang panjang. Pengahayatan terhadap pesan-pesan kebaikan selalu saja tertanggalkan tatkala momentum itu usai. Semakin waktu berjalan hingga semakin jauh, maka secara perlahan pula ‘warna’ ajaran itu semakin memudar bahkan lenyap.

Inilah tradisi kita. Tradisi yang selalu memaknai dalam tampakan kulit saja. Kita tidak berusaha menengoknya ke bagian-bagian dalam isinya. Kita terlamapu ‘nikmat’ untuk hal-hal yang bersifat luar. Mungkin inilah salah satu indikasi kita telah terkategori dalam kejumudan berfikir. Sehingga wajar saja ketika kedamaian itu dibutuhkan selalu saja tersingkirkan karena perbedaan. Pemaksaan kehendak dengan kekerasan pun sering terjadi. Kita tidak menjadi manusia yang bijaksana, untuk mengetahui lebih hakiki sebuah perbedaan. Kita selalu merasa menjadi manusia yang paling bijaksana. Padahal kebijaksanaan dalam dunia masih sangat terbatas karena dunia ini memang sangat terbatas. Hanya Dia, Tuhan yang maha bijaksanalah yang dapat bijaksana sebijaksana-bijaksananya.

Merah-putih

Tentang kebijaksanaan, mari melihat buku yang berkulit dua warna. Depan warnah merah dan belakang warnah putih. Jika hanya melihat di depan saja dan tidak ingin memikirkan belakang maka kita akan bersikeras bahwa buku itu warnah merah. Demikian pula, jika melihat di belakang saja dan tanpa mau memilikir bahwa ada sisi lain. Maka kita akan bersikeras bahwa buku itu berwarnah putih. Tapi jika kita dengan menengok dan mematrikan dalam hati bahwa di sisi lain ada perbedaan, maka Insya Allah kita akan menjadi bijaksana. 

Bukan berarti kita tidak bisa mengkritik, menyalahkan, mengkritik bahkan menghakimi. Bukan. Melainkan bisa dilakukan tapi dengan batas-batas etika sembari menyadari kita adalah makhluk lemah yang relatif yang tidak mampu menjamah semua kebenaran milik Tuhan. Tapi tetap ada keyakinan yang tidak bisa di tawar-tawar. Keyakinan bahwa Tuhanku itu maha bijaksana, maha dasyat, maha hebat dan maha kuasa atas segala sesuatu yang dapat memberi penilaian yang super paling adil nan bijaksana. Mungkin juga Tuhanmu, Tuhan kalian atau Tuhan yang lainnya.

Terakhir, aku ingin berdoa kepada Tuhanku. Ya Allah damaikan negeri dan duniaku, berilah kami kebijksanaan, serta tunjukan kami kebenara-kebenaran_Mu. 
Jika kamu ingin berdoa, silahkan berdoa. Salam damai.

-Makassar, 25 Desember 2013


Komentar