‘Kata’ untuk Buya Hamka

Entah dari mana aku harus memulainya. Sebuah kisah cinta yang luar biasa agung. Tentang pengorbanan, penghianatan, kesedihan, keharuan, kebudian luhur dan lainnya. Sebuah kisah cinta yang di hadirkan oleh sastrawan besar Indonesia yang begitu mahsyur. Sampai saat ini aku masih tidak habis berpikirnya terntangnya. Tentang Buya Hamka yang begitu memiliki perangai yang roman, yang menghadirkan kesusatraan yang indah untuk di nikmati.

Tidak hanya sebatas di nikmati. Seperti yang dikatan olehnya (baca: Buya Hamka): jangan hanya melihat sesuatu dari luar, melainkan leihatlah lebih dalam. Rumah indah jika di jamah dari luar, tapi akan terlampau lebih indah tatkala kita mengetahui bagaimana rumah itu di hadirkan. Begitu pula dengan karya-karya buya hamka. Lihatlah bagaimana kedalaman intelektual dan estetika yang terkandung di dalamnya. Sederetan khazanah makna-maka yang penuh dengan keuatan jiwa. Kekuatan yang menggetarakan dan menggerakan kepengecutan menjadi keberanian.

Selain sudah pernah membaca novelnya terutama dalam kisah 'tenggelamnya kapal van der wijck', film yang di adaptasi dari novelnya pun sudah di tonton. Aku melihat sisi lain dari seorang Buya Hamka. Seorang ulama besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia, ternyata memilki jiwa ‘sastra’ cukup dasyat. Tak banyak ulama yang demikian. Beliau mencoba mengkomunikasikan antara bahasa wahyu dengan realitas sosial budaya di sekitarnya melalui karya sastra yang mengagumkan.

Aku terenyuh ketika membaca serta merasakan rangkaian kata, kalimat hingga paragraph yang di untai olehnya. Semua bergetar ketika untaian kata-kata itu dibaca, didengar atau dirasakan. Betapa kata memiliki roh yang hidup sehingga dapat menyegarkan jiwa gersang. Jiwa yang mati suri oleh penghambaan terhadap materi dunia. Jiwa yang terbunuh oleh penghianatan cinta. Jiwa yang dapat merangkai sayap-sayap pengharapan untuk terbang menjulang tinggi meninggalkan penderitaan. Bahkan jiwa yang yang bersemayan iblis padanya menjadi jiwa yang dipenuhi oleh cinta kasih malaikat. 

Di Yunani kuno pun kekuatan kata mendapat tempat khusus. Saat tradisi intelektual yunani terbangun, kajian kata pun mendapat perhatian. Terbangunlah sekolah-sekolah untuk mengajarkan bagaimana menyusun dan menyampaikan kata dengan baik (retorika). Dan pada momentum-momentum tertentu selalu ada perlombaan retorika (berpidato) di depan khalayak yunani saat itu.

Namun tak sedikit yang menyepelekan tentang kekuatan kata. Jika kita menyaksikan ungkapan-ungkapan yang ditulis oleh Buya Hamka terutama dalam karya legendarisnya “tenggelamnya kapal van der wijck”, kita akan terkagum-kagum. Bahwa kemampuan untuk merangkai kata begitu indah dan menggetarkan. Siapapun yang mendengarnya akan terperangah. 

Terkait kata, Seorang Hitler, pemimpin nazi jerman pun pernah berkata: sesungguhnya yang dapat menggerakan perubahan besar adalah mereka yang mampu mengelolah kata (retorika) dengan baik.

Sekali lagi kekagumanku pada Buya Hamka, ku sematkan melalui tulisan ini.

-Makassar, 28 Desember 2013

Komentar