Biarlah Kesunyian Membawamu ke Inti Kehidupan

Suasana Danau Unhas. Diambil dari samping Masjid Unhas.
Masih masa-masa tenang. Menjaga jarak dengan banyak orang atau hindari kerumunan (social distancing). Atau istilah lain juga menjaga jarak fisik (physical distancing). Yah, ini masih tentang proses penanganan penyakit Covid19 yang disebabkan oleh virus sar cov2. Sehingga aktivitas kebanyak dilakukan di rumah. 

Tiba-tiba hari ini, jenuh menghampiriku. Saya barusan usai membaca buku. Buku Bahasa inggris. Saya sebenarnya sedang dalam proses meningkatkan kemampuan membaca bahasa inggris. Tapi belakangan saya baru sadar bahwa ada kesalahan dalam konsep pikiran terkait bagaiamana meningkatkan skill ini. 

Syahdan, saya bertemu dengan senior saya. Hebat orangnnya dan suka menolong. Dia menyapa saya duluan. Senang karena merasa disanjung oleh orang yang lebih tua dan punya jasa pada saya. Kami mendiskusikan banyak hal. Sampailah topiknya pada belajar Bahasa inggris. Dia sangat berkapasitas perihal ini pasalnya dia mengenyam Pendidikan masternya di luar negeri. Negri yang berbahasa inggris sebagai Bahasa nasionalnya.

Tersinggunglah cara meningkatkan skill membaca Bahasa inggris. “Kamu harus bedakan ya, read to learn or learn to read”. Demikian katanya. Kira-kira maknanya adalah membaca untuk belajar atau belajar untuk membaca. Jadi selama ini banyak orang yang salah paham diurusan ini. Banyak yang learn to read. Demikian kalimat-kalimat yang terlontar. Dan saya salah satunya. 

Saya seketika mengonfirmasi itu. Selama ini saya merasa dalam posisi “learn to read”. Belajar untuk membaca. Landasan pikir seperti ini yang membuat skill baca Bahasa inggris saya lambat naik. Saya ingin bagai kuda yang berlari ke garis finish, malah saya seperti gajah berjalan santai yang ditunggangi musafir di gurun sahara. Saya rasa seperti itu.

Sebenarnya cara menjadi kuda yang berlari kencang tersebut sudah sering saya dapat teorinya. Sering orang sampaikan perihal itu. Tapi seperti air yang dipanaskan, menguap. Atau kata guruku di SMP dikala memberi nasihat di apel pagi: masuk di telinga kanan dan keluar di telinga kiri. 

Kini atas Maha Baiknya Allah dan Izinya, saya seolah dapat ilham untuk benar-benar fokus (semoga saya selalu istiqomah. Aamin). Habis-habisan untuk menjalankannya: read to learn. Saya ulangi lagi: membaca untuk belajar. 

Jadi buku atau artikel yang di baca harus dimaksudkan untuk dipahami isinya. Selami Samudra maknanya. Biasakan sehingga dengan sendirinya skill membaca meningkat dan ilmunya dapat. Jadi nanti kalau tes Bahasa inggris seperti TOEFL atau IELTS untuk bagian membaca (reading) tidak susah lagi. 

Orang memancing di danau Unhas
Kembali kejenuhan di atas. Atau lebih tepatnya saya harus menggunakan kata: Lelah. Wajar Lelah. Manusia terdiri dari organ-organ yang saling bekerja sama. ada otak, jantung, paru-paru, tangan, kaki dan lain-lain. Tiap saat mereka bekerja selama tubuh itu belum mati. Karenanya ada saat mereka harus istrahat. Kita punya kewajiban untuk memberikan hak-hak mereka tatkala lelah sudah menghampiri. 

Pergi jalan-jalan, piknik, santai-santai atau kegiatan-kegiatan lain yang dianggap perlu. Atau bisa disingkat dengan “refreshing”. Ini isitilah yang sudah populer di masyarakat Indonesia. Membuat segar otak maupun tubuh. Cara lainnya juga dengan tidur. Karena tidur adalah cara mengistrahatkan rindu (tidak nyambung sepertinya).

Saya putuskan untuk pergi ke danau Unhas. Cukup sunyi dan lenggang suasananya. Efek Covid19. Kampus juga diliburkan untuk menghindari terciptanya kerumunan massa. 

Saya mencoba mengambil jarak dari aktivitas yang membuat saya lelah tadi. Saya “menjauh”. Dari kejauhan tampak banyak yang sebelumnya mungkin tidak tampak. Dari kejauhan yang samar-samar jadi jelas. 

Benar bahwa kadang kita butuh jarak untuk melihat sesuatu lebih jelas. Tak selamanya dekat, maka hal bisa jelas. Kadang terjebak pada pergulatan dan rutinitas membuat kita tidak mampu melihat sesuatu dengan jernih. 

Jika kita dalam bangunan lantai 2 atau 3, kita akan melihat banyak orang berjalan di jalan raya. Kita bahkan bisa melihat dengan detail. Tapi jika berada bersama di jalan raya, cukup sulit melihat semua secara menyeluruh dan jelas apalagi detail. 

Dari jarak yang jauh dan terlebih kesunyian, kita bisa berefleksi. Bisa memercikan pikiran-pikiran baru atau ide yang sudah lama tapi dimunculkan kembali. Kemudian kita internalisasi dalam jiwa dan dilaksanakan. Benar kata Jalaluddin Rumi: Biarlah kesunyian membawamu ke inti kehidupan. 

~Pengembara sunyi, Makassar, Markas besar, 2 April 2020. 

Komentar