Internet di kampung halamanku

Saya datang online di Puncak Waruu Tomia karena tempat tinggal saya di Usuku akses internet cukup lemah. Salah satu kelebihan tempat ini adalah panoramanya yang aduhai dan tentunya akses internet yang lumayan cepat.
Salah satu masalah yang ada di kampung saya adalah sinyal internet. Masalah ini akan sangat dirasakan bagi perantau terutama pelajar dan atau mahasiswa yang belajar di kota kemudian kembali ke kampung.

Internet sangat penting bagi para pelajar tersebut untuk keperluan akses informasi. Apalagi sekarang di tengah pandemi covid19 pelajar diminta untuk belajar dari rumah atau belajar online. 

Tentunya untuk mewujudkan dan memudahkan tujuan itu, fasilitas internet yang bagus amat diperlukan. Inilah yang menjadi masalah sekarang. Internet di kampungku tidak bagus. Hal ini yang akan membuat ketimpangan persebaran informasi terjadi. Orang-orang di kampung dengan internet yang lemah akan ketinggalan dari pelajar yang ada di daerah dengan akses internet yang cepat, terutama di kota.

Dengan kata lain, belajar dari rumah tidak akan efektif atau tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Jika ini tidak segera diatasi oleh pemerintah atau pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait maka kita akan terjebak dalam lingkaran setan yang tidak ada putus-putusnya.

Modelnya seperti ini: anak desa disuruh belajar yang baik, sementara sumber-sumber informasi harus online atau menggunakan internet. Karena sinyal internet yang lemah, mereka sulit mendapatkan sumber-sumber tersebut sehingga tidak bisa belajar maksimal. Mereka akan kurang pintar bahkan mungkin sulit pintar. Efeknya, indeks sumber daya manusia akan rendah dan pembangunan akan lambat bahkan stagnan. Kemudian, pembangunan yang lamban dan stagnan ini akan ikut memperlambat perkembangan kualitas manusia.

Hal yang terbalik terjadi di kota. Internet bagus, belajar lancar, jadi pintar dan sumber daya manusia meningkat. Kualitas manusia yang baik akan menciptakan pembangunan yang lebih baik. Dari pembangunan yang baik akan semakin mempercepat penciptaan kualitas sumberdaya manusia yang semakin baik pula.

Singkatnya, jika ditarik kesimpulan dari dua perbandingan yang sudah dipaparkan: desa semakin tertinggal dan kota semakin maju. 

Itulah yang saya katakan sebelumnya, kita terjebak dalam lingkaran setan yang tidak ada ujungnya karena berputar-putar pada siklus yang sama. Solusinya adalah rantainya harus segera diputus dengan intervensi pemerintah. Lebih realnya lagi memperbaiki fasilitas penunjang pendidikan salah satunya akses internet yang cepat dan merata ke semua wilayah sehingga akan terjadi pemerataan akses ke ilmu pengetahuan.

Dan saya sementara merasakan bagaimana internet yang lambat membuat penerimaan dan pencarian informasi saya sangat terbatas. Banyak kuliah, ceramah, diskusi dan sejenisnya dilakukan online tapi saya tidak bisa mengikutinya.

Memang ada di beberapa area dimana jaringan internetnya cukup kuat tapi tidak mungkin tiap saat harus tempat-tempat tersebut yang jaraknya butuh sepeda motor untuk menjangkaunya, salah satunya di Puncak Waruu Tomia yang suasanya sangat mempesona karena kita bisa menikmati panorama Pulau Tomia dari ketinggian.

Tapi mau tidak mau, jika ada kebutuhan penting, harus ke tempat tersebut. Misalnya saya ingin menonton diskusi online, saya harus kesana. Sesuatu yang yang buruk saja ada pengorbanan, apalagi jika ingin meraih sesuatu yang baik, maka usaha pun harus dilakukan. 

Tapi saya ingin menyoroti betapa lambannya bahkan bisa dikatakan acuhnya pemerintah dan wakil rakyat lainnya untuk sensitif pada persoalan ini. Bisa jadi karena mereka tidak memahami pentingnya fasilitas pendidikan ini dan kemungkinan lainnya yakni mereka kurang bahkan tidak ingin peduli. Pasalnya, masalah sinyal internet ini sudah menahun. 

Belum lagi kita berbicara bagaimana orang-orang sudah berkompetisi dalam era industry 4.0 dimana segala sesuatu akan terdigitalisasi dan terinternetisasi, bahkan Negara maju seperti jepang sudah bersiap untuk masuk ke tahapan industry 5.0. Kita ketinggalakan kan? Yes. Belum lagi, kita berbicara Wakatobi sebagai daerah pariwisata dimana wisatawan butuh internet minimal untuk melampiaskan hasrat aktualisasi dirinya dengan berfoto di lokasi-lokasi indah kemudian upload di akun media sosialnya. 

Ditambah lagi kebutuhan akan informasi telah menjadi kebutuhan primer. Hidup tanpa informasi kita akan ketinggalan dari masyarakat lain. Namun, hal yang harus diantisipasi kedepan jika internet sudah tersedia dengan baik adalah pengguna tidak menggunakannya ke hal-hal yang negatif, karena teknologi selalu punya dua sisi: baik dan buruk. 

Internet bisa membantu untuk pencerdasan pelajar tapi sisi gelapnya adalah salah satunya bisa digunakan untuk mengakses pornografi. Kedepan perlu ada edukasi ke masyarakat terutama pelajar terkait bagaimana menggunakan internet secara sehat.

~Tomia, 25 April 2020/ 2 ramadhan 1441





Komentar