Jangan lupa bahagia

Salah satu Danau Unhas. Oh iya, Unhas punya 3 Danau dan ini yang paling besar. Foto ini di ambil dari lantai 2 Gedung Iptek.
Hai, saya kadang bertanya kenapa saya tidak bosan dengan tempat ini (di gambar)? Ini di danau Kampus Unhas (Universitas Hasanuddin), almamater saya. Sudah lebih se-dekade saya di kampus ini (maksudnya beraktivitas di kampus ini) tapi saya tidak pernah bosan dengan tempat ini (baca: danau). 

Datang kesinipun sudah berkali-kali. Tapi selalu ada daya tarik tersendiri yang tidak menjenuhkan untuk harus kesini.

Setelah saya pikir-pikir, karena pemandangannya yang cantik jelita. Hening suasanya. Air danau yang tenang dan rerumputan serta tanaman lain yang begitu segar dan hijau. Mata sangat termanjakan oleh ini. 

Bagai oase di padang pasir. Tempat ini adalah salah satu bagian dari ruang publik dengan konsep hutan, selain kantor Gubernur Sulawesi Selatan yang ukurannya tidak sebesar Unhas dan keindahannya pun tidak melebih indahnya Unhas. Yah, Hutan Kota. 

Jadi, saya mungkin perjelas lagi. Hutan Kotanya adalah Kampus Unhas dan Danau adalah ada dalam Unhas. Paham kan? Pertanyaan ini untuk orang yang belum pernah ke Unhas atau yang sudah sering ke Unhas tapi belum paham.

Saya tadi ke tempat ini lagi. Namanya juga tidak bosan. Apalagi karena kejenuhan di dalam kamar kos dan anjuran dari pemerintah dan otoritas agama untuk tidak bertemu dengan orang lain dulu (social distancing) dan bekerja dari rumah. Yah, mungkin saya sudah jelaskan di tulisan-tulisan sebelumnya bahwa gara-gara virus corona (sars cov2). 

Tiba di tempat ini pikiran seperti ter-restart (baru mulai Kembali). Seolah hidup ini tidak ada lagi masalah sama sekali. Sama halnya jika kamu suka seseorang dan kamu tau orang itu ternyata suka kamu juga. Seperti itulah mungkin sensasinya.


Krik-krik suara hewan, ikan yang melompat-lompat di atas permuakaan air danau, dan burung-burung yang bersuka ria terbang kesana kemari adalah menjadi pemandangan sore tadi. Yah, saya pergi sore. Beberapa bapak paruh bayah berkali-kali melempar kailnya dan menunggu ikan yang melahap umpannya. 

Selain itu, ada beberapa orang yang sama seperti saya, menikmat sore yang tenang nan indah itu. Mereka adalah para pencari suaka dari Asia Tengah yang sudah beberapa tahun tinggal di sekitar Unhas (dekat dengan kosku) sembari menunggu keputusan untuk diterimah tinggal permanen (warga negara) dari negara-negara tujuan seperti Amerika, Australia atau Eropa. Mereka juga tampak tidak jenuh dengan danau ini. Saya sering melihat mereka tatkala saya berkali-kali datang ke sini.

Layaknya kota-kota besar lain, penduduk Kota Makassar juga akan  menemui titik jenuh. Tatkala mata-mata disesaki dengan hutan-hutan beton sebagai simbol aktivitas ekonomi. Atau bisingnya deru kendaraan dan pabrik yang memekik telinga yang konon sebagai indikasi majunya ekonomi di suatu daerah. Maka orang-orang yang tinggal di kota ini akan merindukan hal-hal yang kontras (sangat berbeda) dengan suasana tersebut. 

Kampus Unhas atau Hutan Kota ini datang bak pangeran yang sedang ditunggu oleh kekasihnya Putri Salju yang ditemani oleh teman-teman kurcaci-nya. Ketika masuk ke Unhas dan langsung ke danau, maka angkuhnya hutan beton dan bisingnya suara mesin akan hilang ditelan kesunyian. 

Karenanya saya ingin katakan, modernisasi yang disimbolkan dengan canggihnya teknologi dan massifnya bangunan beton tidak serta merta bisa mengisi ruang-ruang bahagia yang dalam jiwa manusia. Kadang kita butuh ruang lain yang masih natural. Tentunya spiritualitas atau berdua-duaan dengan ALLAH adalah hal yang dijadikan prioritas. 

Jika ke danau ini, coba ambil jarak dan berdiri di bibir danau. Pejamkan matamu, rentangkan tanganmu dan nikmati kesunyian bersama dentikan air danau yang tenang serta nyanyian burung-burung. Kamu juga bisa menarik napas sedalam-dalamnya dan silahkan teriak sekeras-kerasnya tapi pastikan tidak ada yang terganggu oleh pekikanmu. Jangan lupa Bahagia. 

~Makassar, 9 April 2020, sedikit lagi jam 11 malam.

Komentar