Pulang Kampung di Ramadhan 1441 H

Anak-anak di kampungku sedang memancing di Pasar Pelelangan Ikan Usuku

Akhirnya saya berada di kampung halaman. Insya Allah saya akan full beramadhan di sini. Sudah lebih dari sedekade saya tidak berada di kampung di bulan ramadahan secara full. Rata-rata saya berada di tanah rantauan terlebih dahulu kemudian baru pulang kampung. 

Palingan seminggu atau dua minggu bahkan sehari menjelang idul fitrih (lebaran), saya baru berada di kampung. Tapi bulan ini saya memutuskan untuk kembali menikmati ramadhan di kampung halaman. 

Rencana awal tidak demikian yakni menjelang lebaran baru akan pulang kampung. Tapi karena satu dan lain hal terutama gara-gara pandemic covid19 yang disebabkan oleh virus sar cov2 (orang-orang populer menyebutnya corona), rencana tersebut berubah. 

Makassar sebagai tempat rantauan saya selama ini adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki pasien covid19 yang cukup tinggi. Karenanya, kota ini akan segerah melaksakan kebijakan yang cukup ketat seperti halnya Jakarta yang lebih dahulu menerapkannya yakni pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Di antara poin yang di atur dalam kebiajakan ini adalah pergerakan manusia akan di batasi dan pelarangan perkumpulan dengan jumlah tertentu. Kebijakan ini juga akan dikawal oleh aparat keamanan (polisi dan TNI). Bahkan kalau tidak salah ada konsekuensi hukum yang ditimbulkan jika kebijakan tersebut dilanggar.

Akibat langsung yang ditimbulkan adalah orang-orang akan lebih suka tinggal di rumah saja. Sebenarnya sebelum kebijakan ini ada, sudah ada anjuran dan instruksi agar moll-moll di Makassar agar ditutup semua. Sekolah dan universitas perlahan diliburkan sehingga siswa dan mahasiswa diharuskan belajar dari rumah. Banyak perusahaan dan kantor pemerintahan yang menyuruh karyawan (pegawai) untuk bekerja dari rumah. 

Warung-warung makan ikut-ikutan tutup karena pelanggan yang enggan bahkan tidak lagi berkunjung ke warung tersebut, termasuk saya. Pertimbangan saya adalah jaminan kebersihan makan tidak seaman dibanding dengan memasak sendiri. Pasalnya penyebaran penyakit (virus corona) rentan terjadi dalam proses-proses yang tejadi di warung: pelayan warung yang mungkin tidak cuci tangan saat menghidangkan makanan serta peralatan makanan yang tidak terjamin akan kebersihannya sebagai medium transmisi virus.

Hal-hal diataslah yang menjadi pertimbangan kuat untuk pulang kampung, meskipun ada anjuran yang cukup kuat untuk tidak pulang kampung dari pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Alasannya adalah pulang kampung cukup rentan membawa virus corona. Apalagi jika kita berasal dari zona merah atau daerah dengan tingkat pasien virus ini cukup tinggi. 

Belum lagi proses perjalanan terutama saat menggunakan transportasi ke kampung halamanan. Pesawat atau kapal laut misalnya, dimana transportasi-transportasi ini sangat rentan adanya virus dan persebarannya. Pasalnya orang-orang dari berbagai tempat berkumpul di terminal dan transporatsi tersebut. Kita tidak tahu tentang riwayat penyakit mereka, apakah ada diantara mereka ada yang terinfeksi virus atau tidak.

Alasan-alasan tersebut membuat saya juga hati-hati untuk berada di kampung. Karena sangat berbahaya bagi orang lain terutama keluarga di kampung yang akan dan selalu berinteraksi dengan saya. Hal yang ditakutkan adalah jangan sampai saya mebawa virus dan menjangkiti orang-orang disekitar saya. 

Sering orang yang terlihat sehat dan tidak memiliki gejala telah terinveksi, tapi ternyata sudah terinveksi. Bagi yang daya tahan tubuhnya lemah, akan mudah mendapat virus ini dari yang tampak sehat tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan anjuran pemerintah, saya mengarantina diri selama 14 hari untuk memastikan saya tidak terinvensi virus tersebut.

Tapi hal yang pasti sekarang ialah saya sudah berada di kampung halaman. Saya menikmati ramadhan di sini dengan suasana yang cukup tenang, tanpa polusi dan sinyal internet yang lemah. Yang terakhir ini (baca: sinyal internet) yang cukup menjadi masalah meskipun bukan jadi masalah yang besar. Selain masalah juga ada manfaatnya. Selalu ada peluang di balik masalah dan tergantung bagaimana kita melihat hikmah serta peluang tersebut.

~Tomia, 24 April 2020

Komentar