Senyum indah akan benar-benar indah jika terlihat oleh sepasang mata langsung

Diskusi online dengan teman-teman MAKES. Di sini, saya sebagai partisipan dan hadir dalam dua nama tanpa foto. Kim Jong Un dan Donlad Trump. Hahaha. Sebelum saya buka identitas, semua teman bertanya-tanya siapa di balik dua itu. 
Diskusi online kini menjadi tren. Sebenarnya sudah sering juga dilakukan tapi tidak seperti sesering belakangan ini, terutama diskusi melalui aplikasi  (media sosial) yang memiliki video. Tidak lain, hal ini dikarenakan anjuran pemerintah untuk bekerja di rumah (work from home) untuk memutus rantai penyebaran virus corona (sars cov 2). Kondisi ini memaksa orang untuk berpikir bagaimana cara untuk tetap berinteraksi dan saling bertatap muka meski di jarak yang jauh. 

Saya lihat tradisi diskusi ini akan membudaya kedepan, meskipun virus ini sudah tidak muncul lagi. Pasalnya, ada kelebihan tersendiri dengan model diskusi semacam ini. Kita bisa mengakses nara sumber yang mungkin sebelumnya cukup sulit untuk ditemui. Misalnya pembicara-pembicara nasional yang sering muncul di tivi atau di berbagai media lain. 

Dengan adanya diskusi online via aplikasi khusus, kita dapat bertemu dan bertanya secara langsung tanpa harus bertemu. Aspirasi kita juga bisa langsung tersampaikan dan bisa langsung mendapat respon. Dengan kata lain, jarak, “birokrasi”, ataupun sekat-sekat lain bisa dirubuhkan dengan adanya tekhnologi.

Salah satunya adalah saya. Saya pengguna salah satu aplikasi tersebut. Saya tergolong cukup aktif. Alasannya karena susah bahkan tidak bisa mengadakan pertemuan langsung dengan teman-teman. Aktivitas berhenti atau isitlah yang lagi trend sekarang untuk menggambarnya adalah “lock down”. Alasan lainnya, saya juga memang suka berdiskusi. Mendengar orang lain bicara dan menyampaikan pikiran saya meskipun mungkin hanyalah bualan. 

Bersama teman-teman seperjuangan beasiswa LPDP. Insya Allah akan tersebar belajar di beberapa kota dan negara. Saat ini saya jadi narasumber untuk materi: Benturan AntarPeradaban.
Terus terang, sebelumnya saya tidak begitu familiar dengan model diskusi seperti ini. Saya hanya tahu sedikit aplikasi saja. Belakang saya tahu bahwa ada jenis-jenis aplikasi setalah kawan saya menjelaskan termasuk aplikasi apa yang sedang familiar digunakan. 

Awalnya sedikit bingung dan terus terang baru sadar (mungkin gagap teknologi. Haha. Dan ternyata banyak juga kawan saya yang baru kenal dengan beberap apalikasi ini. haha). Untunglah kawan tadi cermat dan sabar menjelaskan. Berikut, saya memakainya dan akhirnya nyaman. Memang benar kata pepatah: tak kenal maka tak sayang. Saya mulai suka dengan aplikasi ini.

Saban hari, bisa dikatakan informasi dan undangan untuk diskusi online ini selalu ada. Saya kadang dipercaya jadi nara sumber dan banyak kali jadi peserta. Informasinya dihamburkan di media sosial. Pesertanya terbuka untuk umum. 

Bahkan saking banyaknya, sampai-sampai bingung mau ikut yang mana. Pembicaranya pun dari berbagai kalangan, baik yang tinggal di Indonesia atau tinggal di luar negeri. Pesertanya juga macam-macam. Dari berbagai penjuru. Bahkan tidak saling kenal mengenal. Dunia terasa bagai daun kelor: sempit dan dapat dijangkau dalam hitungan detik.

Dunia memang terus berubah. Kadang hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, sekarang malah ada. Hal yang tidak mungkin menjadi benar-benar nyata. Perkembangan ilmu pengetahuan teknologilah yang membuatnya seperti ini. Ini konsekuensi dari pikiran manusia yang selalu penasaran. 

Pointnya ada di perkembangan pengetahuan dan tekhnologi. Mari garis bawahi di sini. Mereka tidak datang sendiri, melainkan ada efek yang dibawa. Ada perubahan yang selalu mereka dorong. 

Ibaranya jika ada bule yang datang berwisata, tidak mungkin dia cuma bawa diri. Paling tidak ada uang yang di bawa. Uang dipake untuk penginapan, makan, transportasi dan lain-lain. Ada multiple effect yakni si bule datang membawa efek ekonomi. 

Kalau media sosial, kurang lebih sama. Efek yang dihasilkan adalah efek pola hubungan sosial. Misalnya, dahulu sebelum ada media sosial, orang-orang yang jika ingin berdiskusi atau membicarakan perihal topik, maka mau tidak mau mereka harus bertemu langsung secara fisik. Sekarang tidak mesti. Mereka cukup menggunakan media sosial dan diskusinya jadi.

Saya cukup rasakan bagaimana perubahan-perubahan ini. Saya hidup di zona sebelum dan sesudah transformasi ini. Cukup bersyukur karena bisa membuat perbandingan. Bagi orang yang lahir di era familiarnya teknologi media sosial atau tidak pernah merasakan bagaimana hidup di era tanpa media sosial, maka akan sulit membuat perbandingan. 

Mungkin bisa tapi tidak punya sensasi khusus. Karena perbandingan itu, saya merasa ada yang janggal. Ikatan sosial bisa secara perlahan renggang. Saya dan kamu yang bertemu langsung akan ada ikatakan emosional yang terbangun. Berbeda dengan sekadar berkomunikasi lewat media sosial. 

Pertemuan media sosial adalah pertemuan dengan layar-layar smartphone atau leptop. Atmosfirnya atau suasananya beda. Belum lagi jika bincang-bincangnya hanya sekedar melalui tulisan. Emoticon atau simbol tertawa dan senyum yang terkirim akan sulit dipahami apakah senyum/tertawa itu benar-benar asli atau pura-pura. Atau singkatnya, kita tidak tau bagaimana tarikan bibir dan raut mukanya saat tertawa dan senyum. Tapi di dunia nyata, saya, kamu dan kita akan sama-sama tahu. 

Saya semakin mafhum. Keangkuhan teknologi tidak selamanya bisa mengganti segala kebutuhan manusia. Sering ada hal yang disingkirkan oleh tekhnologi. Ikatan sosial dan hubungan emosional perlahan hilang seperti yang tercerita di atas. Pada akhirnya saya, kamu (ha? kamu?) dan kita harus kembali bertemu. Karena senyum indah akan benar-benar indah jika terlihat oleh sepasang mata secara langsung. 

~Pengembara sunyi, markas besar, makassar, 7 April 2020 dan hujan tiba-tiba Kembali mengguyur. 


  

Komentar