Nimbrung di forum orangtua

Saya nimbrung dalam obrolan orangtua-orangtua di kampung kemarin sore. Sebenarnya rencana saya tidak berada dalam forum yang mereka buat. Saya punya kepentingan lain. Tapi entah apa sebab musabab, tiba-tiba saya turun dari motor yang saya kendarai, kemudian ikut masuk dalam obrolan itu.

Seperti biasa, obrolan pun dimulai dengan pertanyaan sepele. Apa kabar? Dari mana? Pertanyaan-pertanyaan khas orang-orang di desa sebagai bentuk sapaan. Tradisi seperti ini sangat baik dan perlu dipertahankan. 

Perbincangan dalam forum seperti ini biasanya tidak ada topik yang menentu. Dari hal yang remeh temeh hingga urusan politik pun masuk dalam pembahasan. Tapi ada topik yang menarik dalam diskusi itu yakni tentang bahasa Tomia. Topik ini juga mengambil porsi yang cukup banyak dalam bincang-bincang kami.

Dari banyak diskusi tersebut, kami bersepakat.bahwa bahasa tomia sangat pentingan dan kondisi sekarang sedang menuju kepunahan. Para orang tua tersebut khawatir dengan kondisi tersebut. Mereka tidak bisa bayangkan bagaimana jadinya jika bahasa Tomia tidak lagi dituturkan oleh masyarakatnya. 

Hal ini bukanlah tanpa alasan. Dari pengamatan dan kenyataan yang ada, hampir semua anak-anak sudah tidak lagi bertutur menggunakan bahasa Tomia. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari.

Saya pernah melakukan survery kecil-kecilan. Beberapa anak saya ajak bercakap-capak mengggunakan bahasa Tomia. Mereka secara umum paham maknanya meskipun sering saya temukan cukup banyak kosa kata bahasa Tomia yang mereka tidak paham. 

Sayangnya, meeskipun mereka paham apa yang saya sampaikan tapi bisa dikatakan mereka kaku bahkan tidak bisa menggunakan bahasa Tomia. Mereka merespon saya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan untuk menghitung satu sampai sepuluh dengan menggunakan bahasa Tomia pun, ada yang tidak tau. Sangat memprihatinkan.

Bayangkan apa yang terjadi jika generasi-generasi penutur bahasa Tomia sudah tiada, siapa yang akan menggunakan bahasa Tomia nantinya?

Inilah alasan kenapa kami melalui taman baca antopulu yang saya buat, memiliki salah satu program utama yakni melestarikan bahasa Tomia. Kami ingin bahasa Tomia terus hidup. Karna bahasa Tomia adalah identitas dan kearifan lokal yang memiliki arti pentingan dalam kehidupan masyarakat Tomia. 

Ketakutan akan punah ini juga diperkuat dengan risert yang pernah saya baca bahwa banyak bahasa daerah (bahasa ibu) di Indonesia sedang menuju kepunahan. Salah satu sebabnya adalah penuturnya lebih suka menggunakan bahasa Indonesia. 

Di Tomia dari hasil pengamatan saya, pihak yang cukup mengambil andil dalam krisis bahasa ini adalah orangtua. Para orang tua mengajari anak mereka agar menggunakan bahasa Indonesia. Dalam komunikasi sehari-hari, orangtua mengajak anak mereka menggunakan bahasa Indonesia. 

Alasan utamanya adalah bahasa Indonesia lebih keren dan punya prestise sendiri. Menggunakan bahasa Indonesia akan tampak moderen sedangkan bahasa daerah dianggap sebagai bahasa dengan level sosial yang rendah. Paradigma ini yang sedang berlangsung di masyarakat pedesaan tak terkecuali Tomia.

Padahal bahasa Indonesia sangat mudah untuk dipelajari. Di sekolah formal dari TK sampai perguruan tinggi (bukan sekolah internasional) bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan. Sehingga mau tidak mau orang harus berbahasa Indonesia. Belum lagi media yang punya peran yang sentral dalam menjaga bahasa Indonesia. Singkatnya, banyak institusi yang melestarikan bahasa Indonesia. Ini berbanding terbalik dengan bahasa daerah sehingga peluang bahasa Indonesia untuk hilang sangat besar. 

Apalagi untuk kondisi di Tomia, ketiadaan universitas di pulau ini mengharuskan pelajar untuk kuliah di kota, dimana bahasa Indonesia akan menjadi hal yang tak terelakan untuk digunakan. Jika di  kampungnya sendiri mereka diajari bahasa Indonesia, apalagi di jika sudah di tanah rantauan. Lantas, kapan mereka akan berbahasa daerah?

~Tomia, 27 Juni 2020

Komentar

  1. https://gurila405.blogspot.com/2016/06/saat-bahasa-daerah-terpinggirkan.html?m=0#more

    BalasHapus

Posting Komentar