Baca-baca buku di Antopulu

Baca-baca te boku oleh Taman Baca Antopulu (TBA) Tomia

Saya mencoba buka lapak baca di kampung saya tepatnya di kawasan Antopulu, kelurahan Bahari Barat. Saat menggelar beberapa tikar sebagai alas untuk buku-buku, para tetangga bertanya-tanya tentang apa yang sedang saya lakukan. Karena bagi mereka hal itu adalah hal baru. Tidak ada kegiatan itu sebelumnya. Saya coba jelaskan perihal tersebut dan akhirnya mereka paham.

Saya sengaja lakukan itu agar masyarakat lebih suka berinteraksi dengan buku-buku. Pasalnya, minat baca buku di kampung saya tergolong minim. Apalagi era sekarang adalah era internet dan media sosial dimana orang-orang lebih suka berinteraksi dengan tekhnologi tersebut sehingga buku-buku dikesampingkan. 

Selain itu ketersediaan buku juga menjadi kendala. Meskipun orang-orang suka membaca namun jika buku tidak ada maka minat tersebut bisa saja hilang. Memang internet yang menyediakan berbagai bahan bacaan bisa menjadi solusi namun tetap tidak dapat mengganti peran buku. 

Membaca di kertas dan membaca di layar smart phone memiliki sensasi yang berbeda, salah satunya tidak membuat mata terganggu oleh radiasi cahaya.

Setelah buku-buku digelar di pinggir jalan beberapa orang tertarik untuk berhenti terutama anak-anak yang saat itu sedang bermain-main di sekitar situ. Mereka melihat dan meraih buku-buku yang menarik bagi mereka. 

Hal yang membuat saya sedikit lucu dan tentu juga menarik adalah anak-anak mengambil buku-buku “berat”. Maksudnya, buku-buku sosial kritis yang masih belum bisa dipahami oleh anak-anak seumuran mereka. 

Namun, mereka tetap membuka bukunya kemudian mengambil posisi duduk yang nayaman kemudian membaca. Jika diamati mereka lebih tertarik melihat gambar-gambar buku bukan pada konten yang sebenarnya. Ini menjadi referensi bagi saya agar menyediakan buku-buku yang bergambar bagi mereka.

Orang dewasa yang singgah ke acara “baca-baca buku” (saya menyebutnya demikian) tersebut, cukup mengapresiasi. Mereka membaca dan meminjam. Mereka menyarankan agar kegiatan ini terus dilakukan dan perlunya menambah buku-buku dengan gendre yang mereka sukai terutama anak-anak. 

Saya sangat menyadari itu karena memang buku anak-anak masih kurang. Masalah durasi juga mereka sarankan agar diperpanjang sampai malam hari sehingga mereka ingin agar saya memasang lampu penerang.
 
Sudah dua kali saya mengadakan ini (baca: baca-baca buku) melalui komunitas “Taman Baca Antopulu” tak disangka banyak peminjam. Saya berpikir sebenarnya ada minat yang besar masyarakat di kampung saya untuk membaca buku namun tidak ada buku-buku dan suasana yang mendukung untuk mewujudkan itu. 

Karenanya, dengan melihat respon masyarakat atas kegiatan ini, saya yakin jika konsep “baca-baca buku” ini dibuat senyaman mungkin maka minat baca masyarakat akan meningkat. Ini juga alasan dan filosofi kenapa saya menggunakan frase “Taman Baca” untuk nama komunitas “Taman Baca Antopulu”. Sehingga perlunya menyediakan dan mengondisikan tempat baca bagai tempat yang menyenangkan.

~Tomia, 3 Juli 2020

Komentar