Tentang piala dunia di kampung halaman

sumber: https://id.pngtree.com/ 

Saya tidak bisa bayangkan bagaimana jika Indonesia masuk piala dunia. Mungkin bisa dipastikan akan terjadi kehebohan yang begitu hebat di tanah air. Akan ada pemberitaan di media massa dan sosial secara massif, berhari-hari bahkan berminggu-minggu. 

Apalagi jika Indonesia masuk di laga final. Pasti kehebohan yang sangat-sangat hebat akan terjadi. Para pemain akan di elu-elukan dan disambut bak super hero. Follower di media sosial mereka akan otomatis menanjak signifikan. Haha. 

Dan hal yang parah dan seperti biasanya, para politisi akan berlomba-lomba membuat spanduk ucapan selamat dan kegembiraan atas prestasi tersebut, meskipun selama ini mereka tidak peduli. Pencitraan. Hahaha….

Kehebohan ini bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, selama ini Indonesia tidak pernah masuk dalam daftar negara-negara yang ikut berkompetisi di piala dunia. Indonesia selalu gagal dalam babak kualifikasi sehingga harus kandas untuk bermain di ajang bergengsi tersebut. 

Namun, ada juga yang bilang bahwa sebenarnya Indonesia pernah menjadi peserta piala dunia. Namun juga, Indonesia saat itu belumlah menjadi Indonesia yang sesungguhnya. Maksudnya, meskipun para pemainnya berasal dari tanah Indonesia tapi Indonesia belum merdeka. Saat itu, kesebelasan sepak bolanya disebut dengan kesebelasan “Hindia Belanda” karena masih dalam era penjajahan Belanda.

Kenapa saya katakan sudah pasti akan terjadi kehebohan yang sangat? Lihat saja sekarang ini dimana piala dunia sedang berlangsung di Qatar sejak beberapa hari yang lalu. 

Orang Indonesia begitu euforianya. Padahal yang bertanding bukanlah Indonesia. Mereka rata-rata punya negara yang didukungnya bahkan telah sampai ke taraf yang fanatik.

Ambil saja contoh di kampung saya, Tomia. Meskipun saya sekarang tidak sedang berada di sana, saya dapat mengetahui itu melalui media sosial bahkan via telepon. Dengan perkembangan teknologi, orang-orang mulai nonton bersama dengan menggunakan layar tancap dengan menggunakan teknologi proyektor. 

Dan itu terjadi di banyak tempat – meskipun tidak banyak sekali – yang dapat disaksikan dari postingan beberapa orang di media sosial. Termasuk sepupu saya yang juga menelpon untuk memakai proyektor yang Alhamdulillah ada di rumah. Mereka ingin nonton bersama. Umumnya, mereka lakukan di pinggir jalan. Fenomena ini semakin ramai di piala dunia 2022 kali ini.

Di kota, fenomena ini sudah ramai terjadi. Saya teringat, saat di Makassar dimana beberapa kali piala dunia diselenggarakan, saya berada di Makassar. Di banyak tempat banyak tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk nonton berjamaah. 

Sayangnya, berbagai euforia itu sering juga dinodai dengan perjudian. Semoga suatu saat terutama di kampung saya tidak ada lagi perjudian itu.

DIY, 24 November 2022

 

 


Komentar