Berwisata bersepeda


Mungkin bagi banyak orang, berwisata berarti datang ke suatu tempat dengan hanya membawa tas/koper, kemudian tinggal di akomodasi seperti hotel, homestay atau sejenisnya. 

Tapi apa yang saya lihat beberapa hari lalu merupakan hal yang berbeda. Seorang turis dari Jerman, katanya saat saya tanya, datang berwisata dengan membawa sepeda. Tentunya tas juga dibawa.

Awalnya saat saya melihatnya dari jauh, saya mengira dia adalah masyarakat lokal biasa yang baru tiba. Saat itu ada sebuah transportasi laut baru tiba yang memuat penumpang cukup banyak dimana dia adalah salah satunya. 

Pertama kali saya melihatnya, dia sedang mengendarai sepeda sembari berputar-putar di area pelabuhan. Dia memakai tutup kepala khas arab. Ketika dia mendekat, saya baru sadar, ternyata dia adalah orang luar negeri.

Saya yang masih duduk-duduk bersama istri untuk menikmati sore terdorong untuk mendekatinya. Saya ingin bertanya padanya karena rasa penasaran. 

Namun, jika mau jujur, motif utama saya adalah ingin uji coba bahasa inggris yang sudah lama tidak digunakan. Jangan sampai lidah kaku. Walakin, beberapa bulan lalu, sebenarnya, saya menguji coba skill bahasa inggris saya dengan praktek mengajar di depan mahasiswa dan dosen di salah satu kampus top di Indonesia (cerita ini seru dan menegangkan because it was the first time for me to teach in english in front of students and lecturers. Wow,,, very exciting. I want to talk about it later, maybe. wkwkw).

Oke kembali ke cerita tentang turis tadi. Karena si turis tadi langsung meninggalkan pelabuhan dengan sepedanya, saya juga bergegas untuk pulang. Niat untuk mengajak dia berbincang saya turunkan ke level dua puluh persen. 

Tapi karena arah tujuan saya pulang searah dengan si turis yang sedang asik naik sepeda, maka niat itu saya tingkatkan lagi ke level 70 persen. “Kalau memungkinkan, saya akan ajak dia ngomong, kalau tidak, yah tidak usah,” kataku pada istri. Istriku senyum-senyum saja dan kadang-kadang juga dia bilang tidak usah.

Dengan mengendarai sepeda motor jarak saya semakin dekat dengannya. Kecepatan motor saya kurangi agar bisa sejajar dengannya. “Mau kemana?,” kataku dengan bahasa Indonesia untuk mengetes apakah dia paham bahasa Indonesia atau tidak. Oh, ternyata dia paham. Dia cukup fasih. 

Dia katakan, hanya dia yang tau kemana dia harus pergi. Pikirku, dia belum tau kemana tujuannya. Dia hanya ingin menikmati kampung halaman saya dengan naik sepeda dimana perlengkapannya ikut dibawanya. Ketika dia lelah, dia akan berhenti sendirinya. Entahlah dimana.

Setelah pertanyaan saya di atas, saya lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain dimana bahasa inggris juga saya gunakan sesuai dengan niat awal saya tadi, meskipun percakapan kami tidak lama.
Jujurly (style komunikasi ala anak jakarta selatan. Wkwkwk), saya suka cara dia menikmati aktivitas wisatanya. 

Dia membawa sepeda sendiri. Membawa perlengkapannya. Mengayuh sepeda. Menikmati alam dan lingkungan yang berbeda dengan negara asalnya. Menurut saya, jarang wisatawan yang demikian. Umumnya, mereka membawa tas/koper saja kemudian mencari penginapan. Dari penginapan tersebut, mereka menggunakan jasa wisata lainnya untuk bepergian.

Ngomong-ngomong tentang kemampuan Bahasa Indonesianya, rasa curiga menghampiri pikiranku. Jangan-jangan dia agen intelijen Jerman yang pernah bekerja atau sedang bekerja di Indonesia. hahaha.

Tomia, 21 Februari 2023
 
 


Komentar